
itnmalangnews.id – Inovasi dan kreatifitas tidak hanya milik mereka yang masih muda, bagi Dr. Eko Yohanes Setyawan ST.,MT., dan Ir. Basuki Widodo MT., seorang dosen pun bisa menciptakan segudang kreativitas. Dua dosen Teknik Mesin S-1 Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini menunjukkan hasil karyanya kepada itnmalangnews.id di ruang Humas ITN Malang, Jum’at (11/9).
“Kami menciptakan dua alat berupa mesin pencacah dan oven pengering kunyit. Alat ini sudah kami ujicoba di sentra pertanian kunyit, Desa Wates, Ponorogo,” tandas Yohanes akrab ia disapa.
Menurut Yohanes, Ponorogo dipilih karena memiliki tempat unik di Desa Wates, Kecamatan Slawung yang rata-rata penduduknya berprofesi menjadi petani kunyit sebagai mata pencaharian utamanya.
“Kami melihat desa Wates yang daerahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan, mayoritas masyarakatnya adalah petani kunyit. Ini potensial bagi kami untuk menciptakan kedua alat tersebut, setidaknya bisa membantu meringankan pekerjaan mereka,” ujar dosen yang pernah menempuh studi doktoralnya di Universitas Sumatera Utara (USU) tersebut.
Menurutnya, selama ini mereka mencacah kunyit secara manual dan mengeringkankannya ke pengepul. Hal tersebut dirasa kurang efisien, memakan banyak waktu dan keuntungannya pun tidak seberapa. “Harapannya, mesin yang kami buat ini bisa membantu melancarkan usaha mereka dan mereka tidak tergantung lagi sama pengepul,” ujar dosen kelahiran Pare, Kediri ini.
Adapun mesin pencacah ini terdiri bahan stainless stell yang berkualitas tinggi dan anti karat. Cara mengoperasikannya pun bisa dikatakan cukup mudah, cepat dan aman digunakan. Mesin portabel (bisa dipindah) tersebut memiliki pisau yang dapat diganti dan diasah dan ketebalannya bisa diatur sehingga mampu menghasilkan rajangan kunyit yang tipis, walaupun menurut Yohanes butuh ada beberapa perbaikan.
Sementara, oven pengering kunyit berdiameter 100 x 100 x 200 cm tersebut dapat menampung hingga 5 – 8 kilogram kunyit yang sudah dicacah. Terdapat 5 rak, per raknya bisa menampung 1 kg kunyit. 1 kilo kunyit kering itu membutuhkan 6-7 kilo kunyit yang masih basah.
“Proses pengeringannya lebih cepat. Hanya butuh dua jam saja kunyit tersebut akan langsung kering. Biasanya para petani butuh waktu 5 hari untuk proses pengeringan di bawah terik matahari, itupun tergantung cuaca dan suhu kelembaban,” ujarnya.
Secara ekonomis, harga kunyit kering harganya lebih mahal. Untuk 1 (satu) kilogram kunyit basah dibandrol dengan harga Rp. 2.500, sedangkan kunyit yang sudah dikeringkan mencapai harga Rp. 21.000 per kilogram. (mus)