![](http://itnmalangnews.id/wp-content/uploads/2020/02/Kembara-Himakpa-ke-Gunung-dan-Hutan-Konservasi-Berkunjung-ke-Tahura.jpeg)
itnmalangnews.id – Guna mendidik anggota muda dan memperkenalkan divisi, Himpunan Mahasiswa Teknik Pecinta Alam (Himakpa) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang menggelar serangkaian pengembaraan. Ada pengembaraan climbing, caving, diving, serta gunung hutan dan konservasi. Pengembaraan tersebut digelar sekitar akhir tahun 2019.
Himakpa ITN Malang ke Gunung dan Hutan Konservasi Tahura. (Foto: Himakpa for itnmalangnews.id)
Baca juga: www.itn.ac.id
Dwiki Kharisma Krisna Utama yang merupakan ketua pelaksana pengembaraan gunung hutan dan konservasi ke-42 memaparkan pengalaman selama kembara. Pada kegiatan ini, mereka juga berkesempatan mengamati ekosistem di Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo.
“Kami berangkat ke pos perizinan Gunung Arjuno Welirang via Sumber Brantas pada 12 Desember lalu. Daerah tersebut adalah hutan konservasi Tahura Raden Soerjo. Setelah mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi), kami memulai pengembaraan dari Tahura,” terang Dwiki saat ditemui itnmalangnews.id pada pertengahan Januari 2020.
Ketika hendak masuk ke Tahura, terlebih dahulu dilakukan pengecekan. Barang yang membahayakan lingkungan tidak boleh dibawa masuk melewati batas vegetasi, contohnya tisu basah. Mereka melanjutkan pengembaraan ke Arjuno Welirang. Sepanjang jalan mereka mencatat jalur, koordinat, dan mengambil dokumentasi yang dibutuhkan.
Salah satu hal yang disoroti adalah rencana Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) alias geotermal di Welirang, yang mana merupakan gunung aktif di Indonesia. Himakpa mempertanyakan program yang hendak dicanangkan tersebut, yang mana perlu kajian lebih dalam.
“Kan Tahura juga cagar biosfer, keberadaan PLTPB bisa mengganggu ekosistem hutan dan kelestarian sumber mata air. Di tengah perjalanan dari pos 3 ke Lembah Lengkekan, kami menjumpai banyak lubang yang mengeluarkan uap panas, baik lubang alami maupun buatan,” tukas mahasiswa Arsitektur ini.
Keesokan harinya mereka mengamati burung pada pukul 6 sampai 9 pagi. Burung menjadi bagian dari indikator kelestarian suatu kawasan. Sesampainya di Lembah Lengkekan antara Gunung Welirang dan Arjuno, mereka menganalisis vegetasi dengan metode garis berpetak.
“Metodenya menganalisis kerapatan, frekuensi, dan dominasi vegetasi dalam petak-petak sampling. Lalu kami juga mengaplikasikan navigasi darat dengan menembakkan kompas bidik ke puncak Gunung Kembar 1 dan 2. Tak lupa kami melakukan herbarium atau pengawetan sampel analisis vegetasi dan mengidentifikasi hasil bird watching, serta membentangkan spanduk pesan lingkungan di puncak Welirang,” sebut ia.
Pengembaraan dilanjutkan ke puncak Arjuno. Gunung dengan ketinggian di atas 3000 mdpl ini kaya akan vegetasi ekosistem. Mereka sempat mendokumentasikan jejak kaki babi di Lembah Babi dengan tepung gipsum atau semen putih yang dikenal dengan nama plastercast. Akhirnya, mereka bisa mencapai puncak Gunung Arjuno.
Baca juga: HIMAKPA ITN Malang Kibarkan Bendera di 5472 mdpl di Island Peak, Nepal
Baca juga: Berhenti Eksploitasi Alam ! Himakpa Bentangkan Spanduk 20 Meter di Semeru
Dwiki mengungkapkan, jika Himakpa suatu saat ingin kembali berkunjung ke sana untuk melanjutkan analisis yang didapat. Untuk saat ini, meski terkendala kondisi cuaca dan waktu, hasil yang diperoleh dirasa cukup untuk bekal bagi anggota muda.
“Hasilnya masih minim sebab terpengaruh cuaca yang tidak menentu sementara waktu kami terbatas. Namun kami sudah mengaplikasikan Backcountry Navigator untuk mencatat jalur, sehingga kami dapat datang ke lokasi yang tepat dan mengolah data lebih lanjut jika dibutuhkan,” tutur mahasiswa asal Sidoarjo tersebut. (ata)
semoga dapat berguna untuk kelestarian alam