itnmalangnews.id – Desa Parerejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, mempunyai wilayah bernama Kampung Tempe. Di sana terdapat industri tempe yang kondisinya belum memenuhi syarat. Industri ini masih menjadikan satu tempat produksi dan rumah tinggal. Kayu yang digunakan sebagai bahan bakar pun menghasilkan asap hingga istri pengusaha tersebut mengalami sesak napas. Belum lagi ruang pemisahan kedelai dari kulit yang menjadi satu dengan kandang sapi.
Kondisi di ruang perebusan kedelai. (Foto: Istimewa)
Baca juga: www.itn.ac.id
Masalah ini melatarbelakangi program pengabdian masyarakat besutan tiga dosen Fakultas Teknologi Industri (FTI) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Mereka adalah Drs. Siswi Astuti M.Pd, F. Endah Kusuma Rastini, S.Si, M.Kes, dan Ir. Lalu Mustiadi, MT. Secara garis besar, solusi yang ditawarkan berwujud tungku berbahan bakar kayu, tetapi hemat energi dan ramah lingkungan (Tuyuheji).
Tuyuheji dibuat dari batu tahan api supaya panas terdistribusi secara merata. Sementara asap hasil pembakaran dialirkan ke cerobong. Di dalam cerobong terdapat proses penyerapan jelaga dari asap sehingga gas buangan cerobong menjadi bersih. Tempe yang diproduksi dengan alat ini juga tampak lebih putih.
Penggunaan Tuyuheji terbukti dapat menekan penggunaan kayu bakar. Dengan tungku biasa, 1 pick up kayu bakar cukup dipakai selama 14 hari. Setelah memakai Tuyuheji, 1 pick up kayu bakar dapat dipakai sekitar 24 hari. Jika dihitung, penghematan kayu bakar mencapai kurang lebih 50%.
“Harapan kami bisa meningkatkan ekonomi pengusaha dan bisa lebih mengatur manajemen keuangan. Pengusaha pun harus tahu standar produksi tempe yang higienis,” tutur Siswi ketika diwawancara, Jumat (04/10).
Baca juga: Mahasiswa Beberkan Resep Olahan Rambutan untuk Peluang Usaha
Siswi memaparkan lebih lanjut kalau tungku hemat energi dilengkapi dengan penataan ulang ruang produksi limbah cair. Kulit kedelai dijadikan pakan sapi dan kotoran sapi dibuat untuk pupuk kandang. Sedangkan hasil dari abu pembakaran ditebar di sawah agar tanah tidak begitu asam.
Antusiasme terhadap Tuyuheji tidak hanya dirasakan oleh pengusaha sekeluarga. Lalu mengatakan jika tetangga sekitar ikut tertarik. “Sudah ada permintaan dari tetangga-tetangga pengusaha tempe untuk dibantu. Namun kami masih mau mematenkan agar bisa menjadi percontohan. Bahkan, kelak bisa disambung dengan penelitian pendukung lain biar lebih berkembang,” tukas Lalu. (ata)