itnmalangnews.id – Pengabdian masyarakat (abdimas) merupakan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dharma ini bertujuan agar Perguruan Tinggi memberikan manfaat kepada masyarakat, dan bukan malah fokus pada pendidikan dalam kampus sendiri. Tiap tahun, Kemenristekdikti memberikan hibah abdimas untuk program-program yang telah terseleksi. Pada tahun ini, salah satu program abdimas yang didanai adalah karya kolaborasi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang dan Politeknik Kediri.
Serah terima dan pelatihan penggunaan alat di UMKM Kopi Kediri. (Foto: Eko Yohanes Setyawan for itnmalangnews.id)
Karya tersebut berwujud mesin sangrai biji kopi. Sejak dua tahun lalu, Eko Yohanes Setyawan dan Basuki Widodo (ITN Malang) dan Ahmad Dony Mutiara Bahtiar (Politeknik Kediri ) mengonsep alat ini. Mitra abdimas mereka adalah UMKM Kopi di Kabupaten Kediri.
Pemilihan alat dan tempat didasarkan pada potensi daerah. Gunung Kelud strategis dan memiliki kekhasan untuk menanam kopi. Pada ketinggian sekitar 900-1100 mdpl terhampar berbagai kebun kopi seperti kopi lebrica, robusta, dan arabica. Namun, pengolahan biji kopi di sana rata-rata masih konvensional.
Ditemui di Ruang Humas ITN Malang, Selasa (13/08), Eko bercerita tentang mesin sangrai biji kopi. Tujuan utama mesin ini untuk meningkatkan kualitas kopi. “Di sana kita memberikan alat roasting kopi dimana suhu bisa dikontrol kisaran 160-220 derajat celcius dan waktu relatif singkat (10-30 menit). Kecepatan alir alat dapat juga dilihat. Suhu dan waktu akan memengaruhi cita rasa kopi,” paparnya.
Alat berkapasitas 3 kg itu sudah dipatenkan. Cara penggunaannya cukup mudah. Kopi setelah dipanen dikeringkan sampai kadar airnya 14%. Kalau terlalu kering cita rasa berbeda dan kalau lembab bisa berjamur. Kemudian kopi dimasukkan ke mesin sangrai dan diserbukkan. “Keunggulan alat ini adalah adanya sistem kopling untuk memutar drum biar saat didinginkan suhunya merata. Ia juga berputar untuk membuang kotoran,” lanjut dosen Teknik Mesin S-1 ini.
Tanggapan positif diterima dari mitra UMKM. Kemudahan proses adalah alasannya. “Dari sistem konvensional yang perlu mengira-ngira sekarang bisa memilih dan mengontrol suhu. Untuk mengecek bau tinggal ditarik. Kualitas kopi pun dijamin lebih kontinyu,” tukas Eko mengutip mitra mereka.
Untuk perkembangan alat selanjutnya, tim abdimas ingin membuat bermacam varian olahan kopi sehingga setelah jadi tinggal diseduh. Kopi bisa jadi ikon oleh-oleh kampung sehingga di kemudian hari lebih mudah mengenalkan produk pada wisatawan.
“Saya harap dengan adanya alat ini akan mempermudah pengerjaan, dan meningkatkan kualitas serta omzet petani kopi. Semoga ITN Malang dapat lebih bermanfaat bagi UMKM, khususnya dalam pengolahan pangan. Kami juga ingin karya ini sejalan dengan renstra energi baru dan terbarukan. Ini masih tahap satu, alat menggunakan energi gas LPG. Nantinya akan dikolaborasikan dengan pengeringan memakai solar collector sebelum masuk ke mesin,” pungkasnya. (ata)