ITNMALANAGNEWS.COM – Mimpi masyarakat Kota Malang untuk memiliki alat transportasi monorel semakin dekat, dan tak lagi akan tereaslisasi. Berbagai bidang kajian telah dilakukan oleh para ahli. Yang terbaru adalah dikirimnya ahli ITN Malang, Ir. Budi Fatoni, MT, ke Singapura dan Malaysia. Budi, sapaan akrabnya, dikirim khusus mempelajari sistem monorel di dua negeri jiran itu untuk diterapkan di Kota Malang.
Sepulang kunjungan dari dua negara itu pada 16-19 Februari lalu, dosen teknik arsitektur tersebut menyatakan bahwa pola monorel di Malaysia lebih cocok dengan Kota Malang ketimbang di Singapura. Karena situasi kota dan struktur masyarakat di Malaysia hampir sama dengan di Malang. Misalnya, sama-sama memiliki perkotaan yang padat penduduk sehingga banyak bangunan yang berhimpitan dan banyak gedung high rest di sepanjang jalur monorel. “Di stasiun monorel Malaysia itu juga masih ada PKL, cuma sudah diatur sedemikian rupa sehingga tertata dan tidak mengganggu keindahan,” terang Budi saat ditemui di kampus I.
Pola Malaysia ini, imbuh Budi, dapat dipelajari untuk diterapkan di Kota Malang tentu saja dengan modifikasi sehingga tidak menghilangkan ke khasan Kota Malang. Misalnya, nanti di setiap stasiun dibangun berdasarkan ke khasan daerah itu, termasuk bisa kuliner khas daerah itu juga bisa dijual di setiap stasiun itu. “Malang nanti ada sekitar 8 stasiun. Misalnya stasiun Sumbersari, itu apa maknanya. Apakah itu bermakna bunga atau bukan, kalau bermakna bunga bisa nanti desain stasiunnya seperti bunga,” kata dia.
Untuk mendapatkan desain stasiun yang bagus ini, menurut Budi, bisa dilombakan pada para ahli di Malang atau bahkan tingkat nasional. Dengan begitu pemerintah Kota Malang dapat memilih desain yang terbaik. Dan yang penting lagi adalah bagimana pengaturan PKL di stasiun sehingga tidak digusur melainkan ditata.
Bagaimana dengan Singapura hal apa yang bisa diambil? Menurut pria asli Malang itu, di Singapura sistemnya sudah sangat maju. Monorel di sana sudah tidak menggunakan masinis beda dengan Malaysia yang masih menggunakan. Sehingga Singapura membutuhkan masyarakat yang sangat disiplin, karena semua sudah otomatis. “Kalau telat dikit saja ya sudah ketinggalan, karena otomatis semua,” ujarnya.
Namun demikian, Budi yakin masyarakat Kota Malang ke depannya akan dapat se disiplin seperti masyarakat Singapura. “Monorel ini harus segara kita wujudkan, karena soal ini kita sudah ketinggalan. Kalau ahli mengatakan Jakarta ketinggalan lima tahun. Maka, Kota Malang sudah ketinggalan 15 tahun dari Malaysia dan Singapura,” katanya. (her)