Tim E-Pretiwi ITN Malang Kompak. Kika: Astaghfierza Arrifqu P. S, Dwangga Rizqia Meidyan Syahputra, Adelita Dinda Z, Dendhy Yonidha R, dan M. Bayu Aditama. (Foto: Istimewa)
itnmalangnews.id – Robot E-Pretiwi berlenggok mengikuti alunan musik Tari Gambyong Pareanom. Robot tari milik Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini mengikuti Kontes Robot Indonesia (KRI) 2021, divisi Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), yang diselenggarakan secara daring di UGM Yogyakarta sebagai tuan rumah.
Baca juga: www.itn.ac.id
E-Pretiwi berlaga secara online dari Kampus 2 ITN Malang pada Minggu-Senin (26-27/9/2021). Diikuti 36 tim dari seluruh Indonesia yang dibagi dalam dua wilayah. Sedangkan dari Kota Malang yang lolos adalah UB, UM, Polinema, Unmer serta ITN Malang.
Robot milik Teknik Elektro S-1 ITN Malang ini dikawal oleh ketua tim Dendhy Yonidha, dan anggota tim yakni, Bayu Aditama, Astaghfierza, dan Adelita Dinda. Serta sebagai tim support Dwangga Rizqia Meidyan Syahputra dan Wulan dari Komunitas Robotika Teknik Elektro.
Ketua tim Dendhy Yonidha menyatakan, E-Pretiwi ITN Malang berlaga melawan Tim Rataro dari Universitas Tadulako (UNTAD) Palu. Namun sayangnya, dua robot berpasangan besutan mahasiswa Teknik Elektro S-1 ini hanya mampu sampai 10 besar.
“Sayangnya robot kami tidak lolos penyisihan regional, karena hanya diambil 8 besar saja,” kata Dendhy saat dihubungi lewat sambungan whatsapp, Rabu (29/9/2021).
Baca juga: Perjuangan Tim Robot Bola Humanoid ITN Malang Menghadapi Lawan Tangguh
Menurut Dhendy, saat gladi bersih H-12 jam robot E-Pretiwi mengalami kendala, yakni plat motor servo untuk penggerak pinggang patah. Meski sudah diganti spare plat dan diprogram ulang ternyata plat baru juga patah. Setelah disetting ulang lagi, H-3 jam robot terjadi trouble. Kabel terbakar pada ubec dikarenakan arus yang mengalir dari kabel melebihi batas kerja. Sehingga harus mengganti kabel dan memprogram ulang.
“Sesi pertama kami harus memikirkan untuk robot bisa berjalan. Dan, sesi kedua kami fokus untuk memperbaiki program jalan robot sampai sempurna. Karena setelah kabel ubec terbakar jalannya robot jadi berubah. Sementara untuk sesi 3 kami fokus agar seminimal mungkin terjadi retri. Jaringan memang ada sedikit kendala, tapi tidak terlalu mempengaruhi penampilan dalam lomba,” jelas mahasiswa asal Malang ini.
Untuk masuk ke 10 besar, robot harus tampil tiga kali. Setiap sesi perlombaan memakan waktu kurang lebih 10 menit. Meliputi persiapan robot, persiapan audio, dan perlombaan sendiri dengan durasi waktu 3 menit 50 detik.
Penilaian lomba meliputi kesamaan gerakan tari dari dua robot, keselarasan pergerakan robot kanan dengan kiri, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai garis finish sebelum lagunya habis, dan robot tidak retry atau terjatuh waktu tampil.
Dua tahun ini menurut Dhendy menjadi pengalaman berharga untuk mengikuti KRI tahun depan. Masih banyak yang harus diperbaiki pada robot E-Pretiwi. Khususnya pada desain plat pada pinggang. Tahun kemaren E-Pretiwi memakai 24 motor servo, sedangkan pada plat pinggang tidak digunakan (dipaten). Sementara tahun ini minimal memakai 26 motor servo. Jadi, tim harus menambah 2 servo lagi untuk bisa memenuhi syarat lomba KRI.
“Kami menggunakan plat tahun kemarin yang dimodifikasi sedikit. Untuk kontes tahun depan kami akan lebih ke riset desain pinggang, gerakan masker, dan balance jalannya gerakan tari,” jelasnya.
Memang tidak mudah membangun tim yang solid. Komunikasi antar anggota bisa teratasi dengan jaringan, namun sedikit terkendala untuk bertemu mengingat masih masa pandemi yang menerapkan PPKM.
“Harapannya robotika akan banyak diminati oleh mahasiswa baru. Sehingga persiapan lomba di tahun depan lebih matang dan bisa menyabet juara wilayah maupun nasional. Semoga KRSTI ITN Malang lebih baik dari tahun-tahun kemarin,” harap mahasiswa semester 5 ini. (me/Humas ITN Malang)