Kepala Bidang Tata Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Tri Santoso memberikan materi dalam Workshop Lingkungan di ITN Malang. (Foto: Yanuar/Humas)
itnmalangnews.id – Upaya serius untuk mengarahkan pembangunan menuju konsep green economy (ekonomi hijau), khususnya melalui transformasi pengelolaan limbah dan infrastruktur perkotaan menjadi bahasan menarik dalam Workshop Lingkungan. Workshop tersebut diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-34 Program Studi Teknik Lingkungan S-1 Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang).
Mengusung tema “Elvion 34 Years of Excellent in Environmental Engineering”, workshop digelar di Aula Kampus 1 ITN Malang pada Kamis (23/10/2025), dengan menghadirkan narasumber Kepala Bidang Tata Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Tri Santoso.
Dalam paparannya Tri Santoso menjelaskan, arah pembangunan di Indonesia saat ini sudah bergeser menuju pembangunan rendah karbon sebagai langkah konkret menuju ekonomi hijau. “Kita sudah mengarah ke konsep pembangunan ekonomi hijau. Sumber daya alam berupa energi fosil ke depannya sudah ada pergeseran. Sudah dipahami bahwa ada dampak negatif pembangunan yang dilakukan sampai sejauh ini,” ujarnya.
Ia mengingatkan para peserta terutama mahasiswa, bahwa tantangan lingkungan tidak cukup dijawab hanya dengan ilmu lingkungan semata, melainkan perlu perspektif yang lebih luas dengan melihat isu-isu strategis nasional. “Kita tidak bisa bersaing dengan bagus kalau metode dan materi yang digunakan masih menggunakan pola-pola lama,” tambahnya.
Tiga Krisis Planet dan Daya Dukung Lingkungan
Tri Santoso mengidentifikasi tiga isu lingkungan global yang dikenal sebagai Triple Planetary Crisis, yaitu: Perubahan Iklim, Kehilangan Keanekaragaman Hayati, dan Polusi serta Kerusakan Lingkungan.
“Apa yang adik-adik (pelajar) lakukan di LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah) mungkin baru menjawab persoalan pencemaran lingkungan, meski belum menyeluruh. PR kita sangat banyak. Bahkan, 80 persen bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi seperti El Nino dan La Nina,” jelasnya. Workshop ini juga diikuti oleh para siswa peserta finalis LKTI yang dihelat oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITN Malang.
Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang luas, mulai dari ancaman kerusakan, korban jiwa, banjir, suhu udara, hingga soal inflasi. Persoalan utama yang dihadapi adalah keterbatasan daya dukung (lahan dan energi) dan daya tampung (emisi, sampah, air, dan udara) lingkungan.
Transisi ke Ekonomi Hijau dan Tantangan Green Jobs
Konsep Indonesia menuju ekonomi hijau, yang salah satu tujuannya adalah mencapai pembangunan berkelanjutan dan menjaga ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, mensyaratkan pengurangan emisi industri dengan penggunaan sumber energi rendah karbon yang terjangkau.
Dalam konteks limbah, Tri Santoso menekankan bahwa limbah adalah sumber utama gas rumah kaca, dan daerah perkotaan yang padat penduduk berkontribusi menghasilkan emisi hingga 70 persen. Untuk mengatasi hal ini, ia mendorong transformasi pengelolaan limbah dan infrastruktur perkotaan menuju circular economy dan kota rendah emisi.
Namun, transisi ini menghadapi tantangan serius, yaitu terbatasnya pengetahuan dan keterampilan pelaku industri untuk menerapkan prinsip Circular Economy (CE), Pembangunan Rendah Karbon (PRK), dan Green Economy (GE) dalam bisnis. “Perlu penyiapan SDM dalam transisi ke green jobs,” tegasnya.
Untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia, pembangunan harus dilakukan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan. Tri Santoso menggarisbawahi pentingnya skema pengembangan kolaborasi antara masyarakat, akademisi, teknologi, industri, dan pembuat kebijakan.
“Supaya kita memiliki suatu gambaran untuk progres ke depan berdasarkan situasi dan kondisi saat ini. Kita ke depan harus mempunyai perhitungan-perhitungan berdasarkan kebijakan internasional, nasional, hingga daerah. Jika tidak dilakukan, akan menimbulkan risiko seperti gagal menangani persoalan sampah, gagal menangani pencemaran limbah, dan lain-lain,” pungkasnya. Ia mendorong para akademisi lingkungan untuk mengambil peran proaktif dalam perumusan solusi. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)


 
                     
                     
                     
                     
                     
                    