Tim Debat Mahasiswa Arsitektur ITN Malang Juara 3 Lomba Debat Malang Architecture Week (MAW) 2024. Ki-ka: Alif Romdhoni, Bara Andana Subagyo, dan Daniel Galih Saputra. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Tim Debat Mahasiswa Arsitektur S-1 Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) meraih Juara 3 Lomba Debat Malang Architecture Week (MAW) 2024, yang diselenggarakan oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Malang mulai Rabu-Sabtu (28-31/08/2024) lalu. Tim beranggotakan Muhammad Alif Romdhoni (2222051), Bara Andana Subagyo (2222021), dan Daniel Galih Saputra (2222013).
Konsep debat arsitektur MAW adalah sistem parlementer yang terdiri atas dua tim yang saling berlawanan, yaitu tim affirmative dan tim negative (pro dan kontra). Tim yang saling berlawanan ditentukan dengan pengundian. Tim Arsitektur ITN Malang mendapat posisi kontra, dan berhadapan dengan tim dari Universitas Brawijaya pada posisi pro.
Baca juga: Tim Mahasiswa ITN Malang Juara 1 War Architecture, Malang Architecture Week 2024
Kedua tim memperdebatkan mosi bertema “Arsitektur dan Kesejahteraan: Seberapa Besar Pengaruh Desain Bangunan terhadap Kesehatan Mental Penghuninya?”. Mosi adalah topik, isu, atau permasalahan yang diperdebatkan.
“Kami disajikan lima tema. Tema yang dipilih ditentukan dengan pengundian. Begitupun untuk tim pro dan kontra. Tim pro mendukung mosi, dan kami yang kontra harus memberikan argumen berlawanan dengan mosi,” kata Bara Andana Subagyo saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang beberapa waktu lalu.
Debat menggunakan satu sesi, diawali oleh penyampaian pandangan dari tim pro. Kemudian tim kontra menyampaikan pandangannya mengenai mosi yang telah dipilih. Diteruskan dengan pembicara kedua dan ketiga dari masing-masing tim secara bergantian. Masing-masing pembicara dalam berargumen dibatasi oleh waktu.
“Debat menggunakan satu sesi. Jadi penilaiannya berdasarkan kualitas atau penampilan debat. Seperti penguasaan materi, argumen yang disampaikan, cara berargumen, cara berbicara, sikap, dan lain sebagainya. Ini berlaku untuk tim pro dan kontra. Tidak dibedakan,” jelas Bara.
Diakui Bara, mengikuti lomba debat sangat membantu mahasiswa arsitektur dalam meng-update isu arsitektur yang mendalam. Berbicara arsitektur bukan hanya membahas bangunan, tapi bagaimana bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungannya, atau lingkungan tersebut dapat mempengaruhi bentuk bangunan. Seperti sistem politik dan kekuasaan, atau masuknya budaya luar akan melahirkan arsitektur baru.
Mahasiswa Arsitektur ITN Malang mengikuti Lomba Debat Malang Architecture Week (MAW) 2024, IAI Malang. (Foto: Istimewa)
“Lingkup itu yang masih kurang dikaji terutama dalam lingkungan akademisi di arsitektur. Jadi kami tertarik sebagai wadah belajar, dan memotivasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut Bara menjelaskan, mosi debat kemarin Arsitektur ITN Malang sebagai kontra jika berbicara desain memang berpengaruh terhadap kesehatan mental penghuninya. “Tapi kami tidak boleh goyah di dalam mosi. Tidak boleh terpengaruh dari argumen-argumen lawan. Kami harus jelas legal standing-nya, meskipun secara data yang kami dapatkan dari jurnal yang kontra terhadap hal tersebut sangat minim,” ungkapnya.
Bara menjelaskan, tim pro berbicara mengenai desain, namun kalau ditelisik mengenai kesehatan mental itu terjadi karena individu haknya kurang dipenuhi di dalam lingkup sosial masyarakat. Karena yang dibicarakan dalam mosi tersebut kesejahteraan, maka bagaimana seseorang mendapat kesejahteraan mental yang baik jika dirinya tidak sejahtera terlebih dahulu. Istilahnya bagaimana menata rumah, jika menata hidup pun belum mampu. Kesehatan mental tidak hanya lingkup bangunan saja, tapi pada kesejahteraan individu masing-masing.
Baca juga: Malang Rawan Banjir: Tata Ruang Kota Malang Problematik
“Mahasiswa Arsitektur ITN Malang memang memahami profesinya sebagai arsitek dan jago membuat desain. Namun cara berkomunikasi perlu dilatih dengan mengikuti kompetisi. Sekaligus mengukur diri sendiri,” tuntasnya.
Muhammad Alif Romdhoni menambahkan, yang paling penting di arsitek adalah empati. Jika arsitek mendalami alam atau lingkungan, maka ketika mendesain bangunan akan lebih spesifik untuk usernya.
“Itu perlu pemahaman. Bagaimana kita membangun, bukan malah membuat masalah (dengan alam). Kita menyelesaikan masalah pun butuh pengalaman ide-ide dari profesional, maupun literatur, atau jurnal,” kata Alif. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)