
itnmalangnews.id – Pada beberapa bulan terakhir, Malang Raya ditimpa beberapa bencana seperti kebakaran lahan, angin kencang, dan yang terbaru banjir bandang. Gatot Noegroho dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah merefleksikan bencana dan potensi bahaya ini dalam Seminar Konservasi Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Ia lebih berfokus pada Kota Batu yang potensial dilanda bencana sebab berdekatan dengan sumbernya.
Gatot Noegroho, Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Batu. (Foto: ata/ itnmalang_news)
Baca juga: www.itn.ac.id
“Di Kota Batu ada contoh beberapa bencana. Banjir bandang di Petungsewu beberapa hari lalu bukan semata karena curah air, tapi dam alami kurang kuat menahan laju sehingga ikut terbawa. Waktu pancaroba lalu ada angin kencang di Sumber Brantas dan kebakaran hutan di kawasan Cangar. Kebakaran dan kondisi udara saat itu turut memengaruhi keganasan angin,” papar Gatot, Senin (27/01/2020).
Selain tiga bencana yang disebutkan, terdapat berbagai ancaman bencana seperti gunung meletus, tanah longsor, serta gempa bumi. Sebagai contoh, Gunung Welirang memiliki potensi meletus dengan karakteristik tipikal Gunung Sinabung alias meledak bertahap. Gempa bumi terkait keberadaan lempeng, sedangkan tanah longsor dipengaruhi tindakan semacam penebangan hutan ilegal. Ancaman-ancaman tersebut diketahui usai pemetaan secara geologis, geografis, dan demografis.
Kemudian Gatot menjelaskan bagaimana sesuatu dikategorikan sebagai bencana serta bagaimana cara menyikapinya. Menurut dia, pemerintah, akademisi, praktisi, dunia usaha, dan masyarakat harus bahu membahu guna mengurangi dampak bencana yang akan datang. Ia pun membagi siklus bencana dalam fase pra bencana, saat bencana, dan paska bencana.
“Kami di BPBD melihat faktor bencana adalah peristiwa dan mengganggu kehidupan. Setiap fase siklus punya upaya berbeda, antara lain kesiapsiagaan dan mitigasi (pra bencana), tanggap darurat bencana, serta pemulihan (paska bencana). Penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama, termasuk melibatkan praktisi dan pakar. Kalau untuk akademisi bisa banyak masuk ke fase pra bencana,” urai alumnus Teknik Mesin ITN Malang 1993 ini.
Baca juga: Ada Gempa, Anak-Anak Berlindung di Kolong Meja dan Berlari Ke Titik Kumpul
Baca juga: Sikapi Potensi Bencana, ITN Malang Undang Kepala Pelaksana BPBD Jawa Timur
Hal yang hendak ditekankan oleh Gatot adalah potensi bahaya tidak bisa dihilangkan, tetapi risiko bencana mampu diminimalisir. Cara mengurangi risiko yaitu dengan menaikkan kapasitas dalam berbagai aspek mencakup ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, infrastruktur, dan lain-lain.
“Rumusnya begini, Risiko (R) adalah Bencana (B) dikali Kerentanan/Vulnerability (V) dibagi Kapasitas (C). Bahaya pasti ada, yang penting bisa tahu kerentanan dan menaikkan kapasitas secara tepat,” bebernya. (ata)