Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE, IPU, ASEAN Eng, dosen Magister Teknik Elektro S-1, ITN Malang. (Foto: Aqil/Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Gelar ASEAN Enginner (ASEAN Eng) di kalangan akademisi masih tergolong asing dan langka. Padahal bagi akademisi di lingkungan keteknikan gelar ini sangatlah prestisius. Sebagai kampus teknik, tiga dosen Pascasarjana Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) telah meraih sertifikat ASEAN Engineer Register (AER). AER atau ASEAN Eng merupakan gelar teknik untuk lingkup ASEAN yang berlaku selamanya.
ASEAN Eng dikeluarkan oleh The ASEAN Federation of Engineering Organisations (AFEO), organisasi keinsinyuran di Asia Tenggara. ASEAN Eng merupakan gelar yang hanya bisa diperoleh bagi insinyur profesional bersertifikasi Insinyur Profesional Madya (IPM) atau Insinyur Profesional Utama (IPU). Bertujuan untuk memberikan standarisasi dasar terkait profesi insinyur dalam menghadapi dunia global.
Dosen Pascasarjana ITN Malang yang telah bergelar ASEAN Eng adalah: Prof. Dr. Eng. Ir. Abraham Lomi, MSEE, IPU, ASEAN Eng (dosen magister teknik elektro); Ir. Fourry Handoko, ST., SS., MT., Ph.D., IPU, ASEAN Eng (dosen magister teknik industri), dan Ir. Maranatha Wijayaningtyas, ST, MMT, PhD, IPU, ASEAN Eng (dosen magister teknik sipil). Ketiganya mendapatkan sertifikasi ASEAN Eng pada pertengahan tahun 2023 lalu.
Baca juga: Dosen Pascasarjana ITN Malang Raih Sertifikat dan Medali ASEAN Eng
Prof. Abraham Lomi menyatakan, dengan para profesional di bidang keinsinyuran memiliki sertifikat ASEAN Eng, maka bisa melakukan kegiatan di negara tetangga khususnya Asia Tenggara, dan mendapatkan pengakuan berupa kesamaan standarisasi kompensasi dan benefit.
“Yang bisa mendapatkan ASEAN Engineer adalah anggota aktif PII (Persatuan Insinyur Indonesia), dengan syarat salah satunya sudah bergelar insinyur (Ir), dan minimal memiliki IPM IPU. Dengan didapatkannya sertifikasi ini maka mereka bisa berprofesi keinsinyuran di Asia Tenggara. Seperti menjadi konsultan, narasumber, melakukan publikasi bersama, dan lain-lain. Kalau tidak mempunyai maka tidak diperbolehkan,” ujar Prof. Lomi saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang pada beberapa waktu lalu.
Menurut Prof. Lomi dengan dikeluarkannya Undang-undang 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran, dimana setiap insinyur yang akan melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) yang dikeluarkan oleh PII. Persatuan Insinyur Indonesia sendiri merupakan organisasi wadah berhimpun insinyur yang melaksanakan penyelenggaraan keinsinyuran di Indonesia.
Keinsinyuran adalah kegiatan teknik dengan menggunakan kepakaran dan keahlian berdasarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan daya guna secara berkelanjutan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, kemaslahatan, serta kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Untuk memperoleh gelar profesi insinyur, seseorang harus lulus dari program profesi insinyur.
“Jadi yang memiliki kompetensi ASEAN Eng di Indonesia masih terbatas. Kalau insinyur (Ir) sudah ada beberapa perguruan tinggi yang diberi kewenangan oleh Dikti membuka keprofesionalan insinyur. Di ITN sendiri ada 3 orang bergelar ASEAN Eng, kalau gelar Ir sudah lumayan banyak dari jurusan teknik elektro, kimia, sipil, geodesi, dan PWK,” imbuhnya.
Senada dengan Prof. Lomi, Ir. Maranatha Wijayaningtyas, ST, MMT, PhD, IPU, ASEAN Eng, menyatakan, dengan adanya sertifikasi ASEAN Eng tiga dosen ITN Malang sudah bisa setara dengan negara di Asia Tenggara dalam sisi keinsinyuran-nya. Gelar ini juga bisa mensupport dan membranding ITN Malang dalam segi profesionalisme keinsinyuran tingkat global.
“Sesuai himbauan dari PII untuk para dosen mendaftarkan sertifikasi engineer di tingkat global, maka dosen ITN Malang turut menyetarakan kompetensi baik tingkat nasional maupun global,” kata Maranatha.
Seperti tersebut di atas, untuk mendapatkan gelar ASEAN Eng harus melewati berapa tahap. Antara lain: merupakan anggota aktif PII, telah memperoleh profesi insinyur (Ir), sudah tersertifikasi insinyur profesional atau memegang Sertifikat Kompetensi Insinyur Profesional (SKIP) kualifikasi Insinyur Profesional Madya (IPM)/ Insinyur Profesional Utama (IPU) dan masih berlaku, serta lolos verifikasi portofolio dari PII pusat untuk diajukan ke AEFO. Perlu diketahui untuk kualifikasi IPM/IPU masing-masing memiliki masa waktu berlaku selama lima tahun.
Menurut Marataha, untuk mendapatkan gelar insinyur ada dua jalur. Yakni, pendidikan profesi keinsinyuran selama 1 tahun (2 semester), atau lewat jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) selama satu semester. Jalur RPL lebih singkat dan mempermudah bagi yang telah lulus dan memiliki pengalaman di atas lima tahun dengan portofolio pengalaman.
Baca juga: ITN Malang Kawal Mahulu Tingkatkan PAD Lewat PBB P-2
“Saya kemarin lewat jalur RPL. Persyaratannya portofolio dari pengalaman kerja setelah lulus S1, serta ada rekomendasi, bisa dari pimpinan, maupun kolega,” ungkapnya.
Meski gelar ASEAN Eng tergolong prestisius, namun tidak mudah mendapatkannya. Selain prosesnya yang panjang juga kebutuhan biaya yang tidak sedikit. Maka, untuk menghadapi tantangan dan persaingan para dosen minimal bisa mendapatkan gelar profesi insinyur.
“World class university bisa dicapai salah satunya dengan banyaknya dosen yang telah tersertifikasi global. Kalau untuk dalam negeri gelar insinyur, dan diakui baik IPP, IPM, atau IPU sudah cukup. Tapi kalau untuk global ya salah satunya pengakuan dari AFEO,” tandasnya. Semoga semakin bertambah dosen di ITN Malang yang memperoleh gelar ASEAN Eng untuk dapat memperkuat kompetensi SDM dan branding ITN Malang di kancah global. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)