Mahasiswa ITN Malang saat mempelajari IPAL di pabrik tahu Proyek Brantas Clean Industry Initiative. (Foto: Mita/Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Pembelajaran berbasis proyek diterapkan oleh Prodi Teknik Lingkungan S1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang). Sebanyak tiga prodi dari mahasiswa teknik lingkungan, teknik mesin D3, dan teknik elektro melaksanakan study excursion (SE) ke Proyek Brantas Clean Industry Initiative. Tepatnya di industri pabrik tahu di Kabupaten Jombang, dan industri keripik usus di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Study excursion ini pun turut mendukung program MBKM di ITN Malang. Dimana mahasiswa belajar secara langsung di lapangan. Ada tiga fokus utama yang bisa dipelajari pada SE, yakni pengolahan limbah industri untuk mahasiswa teknik lingkungan, desain konstruksi kontainer instalasi pengolahan limbah (IPAL) untuk teknik mesin D3, dan pemanfaatan solar cell sebagai energi listrik untuk pompa air bagi teknik elektro.
“Industri (tempat) ini juga bisa dijadikan tempat belajar, dan penelitian bagi mahasiswa masing-masing prodi terkait. Jadi kegiatannya nanti tidak hanya berhenti di sini (SE),” ujar Team Leader ITN Malang, Dr. Evy Hendriarianti, ST., M.MT., yang juga Kaprodi Teknik Lingkungan S1, ITN Malang saat mendampingi mahasiswa dalam melaksanakan SE.
Kegiatan SE juga turut serta Paul Wolbers (Senior Project Manager of TAUW), dan Mirit Hoek (Water Technology Advisor of TAUW), sebagai bagian dari tim Proyek Brantas WP CII. Paul dengan telaten menjelaskan proses pengolahan IPAL. Proyek ini merupakan bentuk kepedulian Netherlands Enterprise Agency (RVO) – Belanda terhadap permasalahan kualitas air Sungai Brantas di Indonesia.
Di pabrik tahu miliknya Pak Solikhan, mahasiswa dijelaskan mulai dari pengolahan kedelai menjadi tahu, hingga pengolahan air limbah di dalam IPAL kontainer. Dari kedelai mentah yang dimasak dan dicuci semua membutuhkan air. Dari hasil proses pencucian dan pengepresan akan menghasilkan limbah yang dimasukkan ke dalam IPAL.
“Intinya air pencucian kedelai dengan kandungan polutan rendah bisa dialirkan langsung ke sungai. Tapi ada juga yang konsentrasi polutannya tinggi dari pencetakan/pengepresan. Nah, air ini yang dimasukkan ke IPAL,” kata Evy memperjelas penjelasan Paul kepada mahasiswa.
Untuk air limbah di dua tempat industri sama-sama diolah dalam IPAL kontainer. Di pabrik tahu air limbah yang dihasilkan 100 meter kubik per hari. Awalnya air limbah yang masuk ke IPAL kontainer berwarna putih. Setelah tiga hari mengalami proses pengolahan di IPAL kontainer air yang ke luar akan berwarna sedikit hitam. Ini tandanya ada proses oksidasi yang menghasilkan karbon.
“Limbah pabrik tahu air limbah kadar organiknya tinggi. Kalau diharapkan memenuhi baku mutu, ya masih jauh, tapi dari pada tidak diolah malah nanti bisa mencemari lingkungan,” ujar Evy.
Evy mengaku kinerja kontainer tidak maksimal karena tingginya kandungan polutan organik. Meskipun sudah diarahkan untuk dipisahkan, dan hanya air kotor yang masuk ke IPAL. Menurutnya, pengolahan limbah masih membutuhkan proses pengolahan lanjutan.
Di pabrik tahu pengolahan IPAL sudah dimulai sekitar Februari 2023. Sehingga sudah tiga kali dilakukan penyedotan lumpur, karena di dalam kontainer terjadi proses sedimentasi dari pengolahan limbah tahu. Ada katup untuk melihat lumpur sudah waktunya dikuras atau belum. Lumpur dari limbah tidak bisa dibuang sembarangan, maka ada petugas tersendiri yang akan memproses lumpur di instalasi pengolahan lumpur.
Proses pengolahan IPAL pabrik tahu membutuhkan energi listrik untuk pompa menaikkan air limbah ke kontainer box. Namun biayanya masih sangat murah, hanya menghabiskan biaya 125 ribu perbulan. Ini sangat berbeda dengan pengolahan IPAL pabrik keripik usus yang lebih banyak membutuhkan daya listrik karena proses produksinya lebih banyak.
“Untuk pompa di pabrik keripik usus kami memanfaatkan PLTS sehingga meminimalkan biaya listrik, karena proses di pabrik keripik usus lebih banyak daripada di pabrik tahu. PLTS menggunakan sistem off grid dengan menggunakan baterai,” jelasnya.
Di dalam IPAL kontainer selain proses sedimentasi juga ada proses aerasi, sehingga polutan yang diturunkan lebih banyak. Ada tiga sekat pada IPAL kontainer. Sekat pertama untuk proses sedimentasi, sekat kedua proses aerasi dengan menambahkan media pertumbuhan bakteri, sehingga bakteri bisa memakan limbah, sekat ketiga untuk sedimentasi akhir lumpur . Proses oksidasi banyak membutuhkan oksigen.
“Dari proses produksi keripik usus di Pak Buali produksi limbahnya hanya pada saat pencucian pagi dan siang hari. Dari sisi air limbah jumlahnya lebih kecil dan kandungan polutan lebih rendah. Namun proses pengolahan limbahnya lebih komplit,” tuntasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)