Kaprodi PWK ITN Malang Dr. Agung Witjaksono, ST MT saat menjadi pembicara dalam acara Ijen Talk, City Guide 911 FM, Selasa (12/01/2021). (Foto: Tangkapan layar Youtube Channel Ameg.tv)
itnmalangnews.id – Idealnya Kota Malang tidak ada banjir atau genangan air jika musim penghujan. Kelerengan tanah yang bervariasi antara 0 sampai 35 derajat akan memudahkan air mengalir. Apalagi di sekitar Kota Malang terdapat sungai-sungai besar sekaligus dalam yang bisa menampung limpasan air. Hal ini diungkapkan Dr. Agung Witjaksono, ST MT dosen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang saat menjadi pembicara dalam acara Ijen Talk, City Guide 911 FM, Selasa (12/01/2021).
Baca juga: www.itn.ac.id
Dikatakan Agung, pesatnya pembangunan perlu diimbangi dengan perencanaan drainase secara sinergi. Selama ini pengembang perumahan dalam membangun drainase hanya terfokus pada internal perumahan, tanpa memikirkan lebih jauh drainase yang menuju ke luar perumahan.
“Idealnya Kota Malang tidak ada banjir atau genangan. Namun, perkembangan Kota Malang dengan munculnya pembangunan perumahan, ruko, mall yang sangat tinggi mengakibatkan efek pada limpasan air saat musim penghujan. Penanganan drainase tidak bisa sepotong-potong pada ruas jalan-jalan tertentu. Semestimya harus keseluruhan, bersinergi. Sehingga saat di satu wilayah tertangani akan membawa efek (manfaat) ke wilayah lain,” ujar Agung.
Kepala Program Studi PWK Kampus Biru ini melanjutkan, tahun 2010 yang lalu PWK ITN Malang pernah diajak diskusi mengenai master plan drainase Kota Malang. Dari master plan tersebut bisa dikaji dan dievaluasi kondisi drainase saat ini. Karena menurut Agung, dengan kondisi air limpasan semakin besar maka sangat mungkin drainase yang dulunya bagus sekarang sudah tidak sesuai. Apalagi dengan adanya drainase-drainase yang sekarang tertutup bangunan kontruksi, atau bagian atas lebar namun sampai ke bawah menyempit.
Baca juga: Ahli Pengairan ITN Malang: Sistem Drainase Alami Kota Malang Aman, Tapi Masih Banjir
“Seperti terlihat di jalan Langsep yang terdapat banyak perumahan. Air masuk ke drainase tapi di bagian bawah (drainase) tidak siap, maka mengakibatkan air naik lagi ke permukaan dan ke jalan raya. Untuk mengantisipasi seharusnya ada pelebaran drainase. Namun, sekarang malah banyak sungai-sungai yang di atasnya dibangun bangunan seperti halnya di wilayah Sukun,” imbuh Agung.
Berbicara tata ruang, menurut Agung ada beberapa yang harus dievaluasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang. Secara ideal luasan resapan air atau ruang terbuka hijau (RTH) Kota Malang belum terpenuhi. RTH seharusnya mencapai 30 persen. Dengan rincian, 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat.
“Yang privat kenyatannya halaman masyarakat banyak yang dipaving. Nah, 20 persen ini yang seharusnya terpenuhi oleh pemerintah. Namun, pemerintah kesulitan menambah luasan,” katanya.
Baca juga: Dosen ITN Malang ungkap Malang Raya di Tengah Ancaman Sumber Daya Air
Menurut pantauan Agung, ada beberaa kawasan yang sebelumnya merupakan RTH namun sekarang beralih fungsi. Dan aja juga RTH tapi tidak punya fungsi sebagai resapan hanya sebagai tempat bermain dan lain-lain, sehingga air hujan yang harusnya bisa mengalir ke RTH tidak bisa masuk. Selanjutnya walau sudah terlambat, untuk penanganan pembangunan perumahan baru bisa diwajibkan mempunyai kolan-kolam kecil untuk menahan air. Air ini juga bisa memenuhi kekurangan air tanah (pada musim kemarau).
“Seharusnya ini yang menjadi prioritas pemerintah. Pesan saya penanganan drainase bisa dengan pendekatan sub DAS (daerah aliran sungai). Di Kota Malang ada berapa sub DAS yang melewati kota dan kawasan sekitarnya. Sehingga Kota Malang perlu berkoordinasi dan bekerjasama dengan kawasan sekitarnya dalam pengaturan penggunaan lahan daerah resapan air,” pungkas alumnus doktorat UB ini.
Kepala Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Malang, Hadi Santoso (kanan). (Foto: Tangkapan layar Youtube Channel Ameg.tv)
Sementara itu Kepala Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Malang, Hadi Santoso mengatakan, Kota Malang sudah menyusun master plan drainase berdasarkan daerah aliran sungai. Namun, pihaknya tidak bisa lagi mendesain drainase hanya berfokus pada pengoptimalan saluran-saluran yang sudah ada. Dari 1.785 km panjang drainase, saat ini yang beroperasional normal baru 60 persen.
“Kalau pelanggaran bangunan kami akui ada yang memakan daerah sepadan sungai. Untuk pelanggaran bangunan tentu tidak serta merta kami bisa menggusur, karena ini aktifitas masyarakat. Yang paling penting seperti kata Pak Agung (ITN Malang) saluran kami tolong jangan ditutup beton. Kalau punya rumah jangan seluruh bagian depannya dicor, kan bisa ditutup dengan ram besi. Kalau ditutup beton maka air tidak bisa masuk ke drainase,” himbau Sony sapaan akrab Hadi Santoso. (me/Humas ITN Malang)