Dosen ITN Malang menjadi pemateri di “Seminar Kerja Sama Kualitas Air Brantas”. Ki-ka: Prof. Dr. Eng. Aryuanto Soetedjo, ST, MT; Dr. Ir. Widodo Pudji Muljanto, MT; Ardiyanto Maksimilianus Gai, ST, M.Si; dan Dr. Evy Hendriarianti, ST., M.MT. (berdiri).
itnmalangnews.id – Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) selalu konsen dalam menangani isu-isu permasalahan lingkungan. Hal ini terlihat dari keikutsertaan ITN Malang dalam mendukung Proyek Brantas Clean Industry Initiative (CII) sejak tahun 2023 lalu. Atas keikutsertaannya, ITN Malang diundang untuk menyampaikan idenya pada “Seminar Kerja Sama Kualitas Air Brantas”, di Hotel Majapahit Surabaya, pada Rabu (24/04/2024) lalu.
Acara ini merupakan kerja sama antara TU Delft University Belanda (Technische Universiteit Delft) sebagai pemrakarsa, Unair, UB, PUPR, Perusahaan Jasa Tirta 1, Konsultan Eropa TAUW, Ecoton, dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. Bertujuan untuk Memperkuat pengelolaan air terpadu di wilayah Sungai Brantas.
Team Leader ITN Malang, Dr. Evy Hendriarianti, ST., M.MT., menyatakan, pada akhir projek TU Delft Belanda menginginkan kolaborasi jangka panjang. Keberlanjutan ini membutuhkan kerja sama dengan akademisi, pemerintah, dan industri. Sebelum ITN Malang bergabung sudah ada perguruan tinggi yang tergabung dalam konsorsium. Diantaranya Universitas Brawijaya (UB), dan Universitas Airlangga (UNAIR).
“Bahasan kemarin menginginkan adanya keberlanjutan pengelolaan air Sungai Brantas. Karena ITN pernah terlibat di kegiatan CII Brantas Project pada kuliah tamu dan studi ekskursi. Maka mereka melibatkan ITN Malang untuk kolaborasi lebih lanjut,” ujar Dr. Evy saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang Kamis (02/05/2024).
Menurut Dr. Evy, dari agenda projek tersebut ITN Malang rencananya akan mendapatkan fasilitas aplikasi pemodelan kualitas air sungai Deltares untuk materi pembelajaran di Prodi Teknik Lingkungan. Nantinya ITN Malang, Unair, dan UB akan mengadakan workshop dengan narasumber dari Deltares di Bulan September 2024.
“Selain itu mereka juga tertarik dengan riset dosen ITN Malang. terkait penggunaan teknologi IoT dan AI, untuk monitoring air limbah, air sungai dan monitoring PLTS. Makanya kemarin kami juga memberi presentasi terkait hal tersebut,” imbuh Kaprodi Teknik Lingkungan S-1 ITN Malang ini.
Pada “Seminar Kerja Sama Kualitas Air Brantas” ITN Malang menyampaikan presentasi antara lain: model daya tampung sungai berbasis IoT, hasil dan roadmap riset sistem monitoring kualitas air limbah berbasis AI dan IoT, monitoring PTLS Wastewater Treatment Container (WWTC) Pabrik Usus Mojokerto dengan SCADA, fitoremediasi effluent WWTC di Pabrik Tahu Jogoroto. Serta materi pembelajaran pengolahan air limbah dari Program Clean Industry Initiative (CII) Proyek Brantas, dan pembelajaran model kualitas air sungai.
Selain Dr. Evy Hendriarianti, ST., M.MT., dari prodi teknik lingkungan, juga mendapat kesempatan hadir dan memberikan presentasi adalah Prof. Dr. Eng. Aryuanto Soetedjo, ST, MT., dan Dr. Ir. Widodo Pudji Muljanto, MT, (prodi teknik elektro S1), dan Kepala LPPK ITN Malang, Ardiyanto Maksimilianus Gai, ST, M.Si.
Dr. Evy menyampaikan materi tentang model daya tampung kualitas dari sungai berbasis IoT yang diajukan dalam hibah Ristek Dikti. Selain itu aplikasi mix plant fitoremediasi dengan tanaman akar wangi dan rami untuk IPAL di pabrik tahu Jogoroto, Jombang melalui hibah abdimas internal ITN Malang.
“Yang saya sampaikan termasuk materi pembelajaran dari CII Brantas Project yang sudah saya sampaikan sebagai materi pada mata kuliah di Prodi Teknik Kimia ITN Malang. Poinnya dalam proyek ini ada kolaborasi kerja sama, pengabdian masyarakat, dan pembelajaran (untuk mahasiswa),” tandasnya.
Sementara Prof. Dr. Eng. Aryuanto Soetedjo, ST, MT., dalam seminar tersebut menjelaskan sistem pemantauan air limbah berbasis teknologi AI dan IoT. Menurutnya, dengan IoT akan mempermudah memonitoring air limbah secara online lewat internet.
Sementara dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) timnya sedang mendevelop (mengembangkan) sensor yang murah, namun bisa dipakai untuk mengukur parameter yang umumnya menggunakan sensor mahal.
“Kami menggunakan kecerdasan buatan. Membuat banyak sensor kemudian ditambah AI yang mampu menggantikan sensor yang mahal,” katanya.
Dikatakan Prof. Aryu, kelebihan dari gabungan dua teknologi tersebut untuk multi sensor bisa menggantikan sensor yang mahal dan dapat diakses secara online sehingga tidak perlu ke lapangan. Tahun lalu timnya pernah mencoba mendesain sensor dengan dana dibawah 50 juta rupiah. Padahal kalau membeli dari luar negeri harganya bisa ratusan juta.
“Sehingga rencana itu cocok untuk air limbah yang komunal. Untuk industri pastinya mempunyai dana besar, kalau di masyarakat perlunya yang murah dan berfungsi dengan baik,” jelasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)