itnmalangnews.id – Gencarnya pembangunan infrastruktur di Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat masih diiringi adanya kasus kecelakaan kerja. Ini sangat disayangkan mengingat kegagalan kontruksi di atas tanah lunak sebenarnya bisa terhindarkan apabila cara penanganan tanah sudah benar. Maka perlu adanya upaya sedini mungkin dalam rekayasa geoteknik untuk menganalisa stabilitas tanah, termasuk menganalisa stabilitas lereng dan menanggulangi kelongsoran. Materi inilah yang dipelajari oleh mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang selama dua hari Rabu-Kamis (18-19/4) di Kampus I ITN Malang.
“Di dalam rekayasa geoteknik ada program yg sangat populer dan tangguh digunakan namanya plaxis. Namun sayangnya hanya orang-orang tertentu saja yang menguasai,” ungkap Dr.Ir. Helmy Darjanto, MT., Sekertaris Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) saat menjadi pemateri workshop “Aplikasi Program Plaxis dalam Rekayasa Geoteknik”.
Dosen Narutama Surabaya ini membeberkan, banyak sekali kasus kegagalan kontruksi seperti kelongsoran basement, kelongsoran dalam pembangunan dam/waduk dan sebagainya. Padahal dengan program cangih seperti plaxis maka kegagalan-kegagalan tersebut akan bias diatasi sedini mungkin.
“Di dalam kita mengambil suatu langkah perhitungan, misalnya dalam galian tanah tidaklah mudah. Tidak bisa diselesaikan dengan hukum integral energi. Di geoteknik yang susah adakah pemodelan tanah karena sangat kompleks tidak seperti struktur atas. Dia terkait dengan nilai dan sebagainya. Makannya diperlukan program cangih seperti plaxis,” terang Sekertaris HATTI yang bidang kerjanya terkait dengan distenasi, sosialisasi, pembinaan organisasi terhadap rekayasa ilmu-ilmu geoteknik.
Baca: Alumni Teknik Geodesi ITN Malang Ikuti Sertifikasi Surveyor
Baca: Tingkatkan Mutu Lulusan, Program Magister Teknik Sipil Undang Akademisi Sekaligus Praktisi
Helmy biasa disapa menuturkan pentingnya kurikulum berbasis KKNI diajarkan kepada mahasiswa. Artinya, ketika lulus mahasiswa tidak hanya membawa sertifikat akademik saja namun juga perlu sertifikat keprofesian. Ini untuk bekal disaat mahasiswa lulus kuliah nanti akan dihadapkan pada masalah yang butuh penyelesaian. Karena meski sudah lulus akademik belum tentu mahasiswa bias berkarya, maka mereka harus dibekali sim sebagai keahlian khusus.
“Saya ingin ITN Malang nanti punya pusat rekayasa numerik atau semacam laboratorium, dimana mahasiswa tugas akhir atau interes praktis yang membutuhkan bisa terfasilitasi. Dengan workshop ini pula saya berusaha mentranfer penuh pengetahuan tentang plaxis, sehingga ITN nantinya bisa berkarya, membuat workshop dan melakukan training sendiri,” terangnya berharap suatu ketika banyak orang akan belajar plaxis di ITN Malang. (mer/humas ITN Malang)