
itnmalangnews.id – Perselisihan antara keturunan Pandawa dan Kurawa barangkali masih membekas di kepala. Namun, ternyata ada seorang tokoh yang berniat menyatukan mereka. Ia adalah Abiyasa, kakek Pandawa dan Kurawa.
Abiyasa adalah guru besar di salah satu perguruan di Amarta. Melihat cucu-cucunya tidak sebaik sebelumnya, yang dapat dilihat dari pelanggaran norma, ia ingin memberikan pelajaran. Kemudian, Abiyasa menimbulkan isu akan membangun Candi Sapto Argo, tapi tidak seorang pun tahu bagaimana wujud candi tersebut.
Para cucu berebut mendekatkan diri kepada kakeknya, tapi mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu. Hingga akhirnya terjadilah gesekan-gesekan antara Pandawa dan Kurawa. Hal ini terjadi karena ada pihak ketiga yang memanfaatkan kesempatan tersebut, yang mana diantara cucu-cucu Abiyasa sudah tidak satu visi lagi.
Melihat diantara cucu-cucunya terjadi perpecahan dan peperangan, maka Abiyasa pun menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan membangun Candi Sapto Argo itu adalah membangun pribadi dan moral masing-masing. Setelah dijelaskan panjang lebar, maka Pandawa dan Kurawa mulai sadar akan kesalahanmereka. Kemudian Sang Hyang Wenang (leluhur Batara Guru dan pemimpin kahayangan) memberi Abiyasa anugerah untuk sepenuhnya menjadi guru besar dan melepaskan gelar kesatria.
Baca juga: Peluncuran Buku 50 ITN Malang, Catatan Semangat Pengabdian dan Kisah Sukses
Baca juga: 50 Tahun ITN Malang Siap Masuki Gerbang World Class University
Kisah tersebut diceritakan dalam pagelaran wayang kulit berjudul Membangun Candi Sapto Argo, dengan dalang Ki Sabdo Anom Raharjo bercerita pada Sabtu (05/01), di halaman rektorat kampus 1 Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Pagelaran ini merupakan bagian dari semarak Dies Natalis ITN Malang ke-50.
Menurut Wakil Rektor I, Dr.Ir. Kustamar, MT., kebanyakan penikmat wayang adalah penggemar zaman kuno. Untuk lebih menarik generasi yang lebih muda, di kesempatan lain dapat berimprovisasi misalnya mengundang penerjemah cerita dalang. “Pesan yang dapat diambil sivitas akademika dari cerita tersebut yaitu pentingnya satu visi. Kita harus bersinergi agar memaksimalkan potensi di ITN Malang,” pungkasnya. (ata)