Bagus Dwi Saputra lulusan terbaik Prodi PWK S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), ITN Malang pada wisuda ke-72 periode II, tahun 2024. (Foto: Istimewa)
itnmalangnews.id – Kota Blitar terkenal sebagai Kota Proklamator, dimana Ir. Soekarno presiden pertama Republik Indonesia disemayamkan. Soekarno merupakan salah satu tokoh proklamator yang berasal dari Blitar. Makam Soekarno yang akrab disapa Bung Karno kini menjadi destinasi wisata yang selalu ramai dikunjungi tak hanya wisatawan lokal namun juga mancanegara.
Bagus Dwi Saputra sebagai pemuda asli Kabupaten Blitar melihat adanya tampilan koridor Makam Bung Karno kurang selaras dengan karakter yang disajikan. Desain tampilannya kurang memiliki dasar yang jelas dalam menampilkan ciri khas Makam Bung Karno maupun Kota Blitar.
Baca juga: Tingkatkan Pariwisata, Pemerintah Kota Blitar Gandeng ITN Malang
Atas dasar tersebut Bagus Dwi Saputra yang merupakan lulusan terbaik Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) mengangkatnya dalam sebuah penelitian berjudul “Pengembangan Koridor Utama Kota Blitar dengan Penguatan Karakter Visual”.
Pemilik IPK 3.86 ini mengatakan, dalam perkembangan sebuah kota kecenderungan kehilangan identitas menjadi isu penting saat ini. Hal tersebut terjadi karena ada fenomena peningkatan percepatan perubahan ruang kota secara sistematis. Sehingga berdampak pada penurunan kualitas lingkungan kota, generalitas bentuk perkembangan, dan visual.
“Makam Bung Karno dalam pandangan saya koridornya terlihat terlalu gamblang menampilkan sosok Sukarno. Padahal tokoh yang memiliki nama besar tidak perlu menampakkan wajahnya, tapi lebih mengangkat filosofinya,” ujar lulusan yang ikut diwisuda pada wisuda ke-72 periode II tahun 2024 ini.
Bagus meninjau kondisi yang terjadi banyak tampilan koridor yang kurang selaras dengan karakter yang disajikan. Ia melihat di Kota Blitar sudah ada desain-desain lampu hias, namun terlalu jelas menampilkan wajah Sukarno. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan koridor kawasan untuk meningkatkan nilai tampilan dan meningkatkan nilai karakter yang dimiliki oleh Kota Blitar. Penelitiannya dibimbing oleh dosen Dr. Ir. Ibnu Sasongko, MT., dan Antonio Heltra Pradana, S.T., M.URP.
Bagus mengambil pendekatan filosofi seperti sejarah, asal usul, kondisi geografis, komoditi, dan potensi lainnya. Ia mengambil empat koridor, yakni dari arah Malang, Kediri, Tulungagung, dan ke arah Makam Bung Karno.
“Dari sini akan diketahui rute potensialnya, objek pariwisata sejarah, dan lainnya yang lebih sering dilewati wisatawan. Setelah ketemu koridornya kemudian mengidentifikasi kondisinya,” lanjutnya.
Ia kemudian menilai dari citra kota dan estetika kota. Untuk rancangan dari setiap gate hasil karakteristiknya sama seperti fungsi jalan, lalu lintas, vegetasi, dll. Masuk ke koridor arah makam berbeda, karena ada fungsi pariwisata. Ia pun memberi tritmen sendiri dengan rancangan desain lampu yang berbeda. “Kalau berjalan biasanya yang paling dominan kita lihat adalah lampu hias. Lampu ini yang mendominasi membentuk koridor. Jadi saya penekannya lebih ke lampu hias,” katanya.
Melihat biografi nama Soekarno diambil dari nama tokoh pewayangan Karna. Maka desain yang diambil untuk ornamen lampu hias adalah gunungan dalam pewayangan yang bisa dilihat dari sisi kanan dan kiri. Ke Makam Bung Karno juga ada koridor city walk, sehingga penempatan tata bangunan, desain dan posisi lampu menyesuaikan pola-pola city walk.
“Harapannya sebuah kota bisa menginterpretasikan sejarah budaya dan penataan sebuah ruang untuk visual konsepsinya,” ujarnya.
Bagus merupakan putra dari pasangan Sutrisno Widodo dan Suharsih. Menurutnya kuliah di PWK ITN Malang ia bisa mengeksplor dalam membuat suatu rencana tata ruang dengan memperhatikan kondisi dinamis. Salah satu hal yang paling ia apresiasi di PWK ITN Malang adalah keberanian dalam mengeksplor tempat untuk memberikan contoh nyata, seperti Studio Proses yang dilakukan di berbagai daerah. Seperti di Kota Batu, Pasuruan, dan Malang selatan. Kemudian Studio Perencanaan Kota yang dilakukan di beberapa kecamatan di Kabupaten Blitar. Serta Studio Wilayah yang dilakukan di Lombok Tengah. Tentunya selain studio utama terdapat studio kecil dari beberapa mata kuliah lainnya seperti pariwisata, permukiman, kota kultural, dll.
“Semua pengalaman tersebut menjadi keseruan bagi kami. Bisa belajar sekaligus jalan-jalan secara bersamaan. Serta menjadi modal juga bagi kami sebagai seorang planner untuk mengetahui kondisi-kondisi wilayah yang ada di Jawa maupun luar Jawa sebagai bekal untuk menghadapi dunia pekerjaan,” tuntas alumnus SMAN 1 Sumberpucung ini. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)