
itnmalangnews.id – Salah satu tantangan berat dari pengembangan teknologi hijau (green technology) di negara ini adalah pola pikir masyarakat dan pemerintah yang belum hijau. Bagaimana green teknologi bisa berkembang jika tiap tahun ada jutaan mobil dan dan motor yang diturunkan di jalan. Asumsikan dalam tiap tahun ada 10 juta mobil dan motor yang diproduksi perusahaan. Maka dalam waktu 10 tahun ada 100 juta mobil dan motor di jalan belum yang lama. Dari kenyataan ini, logika mana yang bisa membuat Indonesia hijau. Demikian kritik pedas Ricky Elson, ahli mobil listrik nasional, dalam acara Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri (SENIATI) pada Sabtu (6/2/16) lalu di ruang Amphi Kampus II ITN Malang.
Dalam acara yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen beberapa universitas se-Indonesia serta staf ahli menteri kehutanan dan lingkungan hidup bidang energi, Ir. Arief Yuwono, MA resebut, Ricky juga menambahkan cara pandang kurang tepat lainnya berkaitan dengan soal green technology. Bahwa tidak semua yang berembel-embel teknologi itu harus datang dari Jerman, Amerika, China atau Jepang. Melainkan siapapun dengan pengetahuannya dapat membuat teknologi. “Saya bikin kincir angin di Sumba menggunakan bahan dari pohon pinus, dan ternyata lebih tahan dan tak mudah patah bila angin kencang,” ujar pria pembuat mobil listrik Tukushi yang pernah dikendarai Dahlan Iskan tersebut.
Ricky Elson juga mencontohkan saat membuat mobil listrik bernama Selo yang pernah dipamerkan di KTT ASEAN di Bali beberapa waktu lalu ternyata bahannya adalah dari tanah liat dan rangkanya triplek. “Teknologi hijau ini harus kita definisikan sesederhana mungkin, agar masyarakat kita yang masih kelas rendah ini termotivasi dan dapat melakukannya. Dan pola pikir mereka berubah bahwa untuk menghasilkan energi tidak seperti yang digambarkan para kapitalis,” lanjut pria asal Padang tersebut.
Lulusan teknik mesin di Jepang tersebut juga menyayangkan kondisi Indonesia yang sangat kaya sumber daya alam tetapi tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Menurutnya, negara kepualauan ini memiliki langit yang luas, tetapi banyak masyarakat yang tidak kebagian listrik. Padahal dapat membuat ribuan kincir angin yang dapat mereka gunakan untuk membuat listrik. “Dikatakan bahwa dua pertiga dari negara maritim ini adalah air, tetapi setiap tahun selalu saja masyarakat kekurangan air, sawah kekeringan dan tak bisa ditanami, sehingga padi berkurang dan negara harus impor, kemana para insinyur ini,” ucap perancang mobil listrik Selo dan Gendhis itu disambut tepuk tangan riuh peserta.
Untuk itu, menurut Ricky Elson, pria yang kini tinggal di Jogjakarta itu para insinyur Indonesia harus keluar dari laboratorium dan melakukan praktik lapangan di masyarakat. (her)
Permisi admin, sekedar ralat beliau bernama “Ricky Elson” (bukan “Wilson”). Mohon diperiksa kembali untuk penulisan berita, terutama nama orang atau lembaga. Ada beberapa yang salah penulisan nama/lembaga di beberapa berita, seharusnya setelah wawancara dilakukan konfirmasi pada pihak yang diwawancarai. Mungkin ini sepele, tapi tidak bisa diabaikan begitu saja. Tetap semangat, semoga semakin informatif.
Terimakasih atas kritikan dan masukannya. Segera kami perbaiki. Lain kali kami akan lebih berhati-hati.
Salam..