Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST,. MT., memberikan materi “Transisi Energi Menuju Net Zero Emission Di Ketenagalistrikan: Tantangan dan Peluang”. (Foto: Mita/Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Teknologi di Teknik Elektro berkembang sangat cepat. Tidak hanya pada elektronika dan energi listrik, namun juga komunikasi, komputer, telekomunikasi, dan lain sebagainya. Ini menjadi tantangan bagi mahasiswa, karena ke depan tidak hanya bersaing dengan manusia tapi bersaing dengan artificial intelligence (AI). Hal ini sampaikan Rektor ITN Malang Awan Uji Krismanto, ST., MT., Ph.D., saat membuka Seminar Nasional FORTEI (SINARFE 7-6), dan paralel sesion di Kampus 2 ITN Malang.
“Ini saya sampaikan ke mahasiswa Teknik Elektro. Mahasiswa bukan lagi sebagai Indonesia citizen, tapi sudah global citizen dimana saingannya berasal dari berbagai negara,” ujar rektor di Ruang Amphi Mesin Lt 2 Kampus 2 ITN Malang, Minggu (08/09/2024) lalu. SINARFE 7-6 merupakan bagian rangkaian Musyawarah Wilayah (muswil) FORTEI Regional VII Jawa Timur yang dilaksanakan satu hari sebelumnya.
Rektor berharap, melalui muswil dan SINARFE 7-6 jalinan kolaborasi dan inovasi di antara Program Studi Teknik Elektro di Jawa Timur semakin besar dan ada wujudnya nyatanya. “Kami khususnya Teknik Elektro ITN Malang siap bersinergi dengan Bapak Ibu sekalian, dan mahasiswa dari semua Teknik Elektro di wilayah Jawa Timur,” katanya.
Lebih lanjut rektor menjelaskan, saat ITN sudah membuka beberapa tempat uji kompetensi. Seperti bidang renewable energy terkait tentang perencanaan dan pemeliharaan PLTS, transmisi distribusi di bidang sistem tenaga, di bidang elektronika memiliki uji kompetensi PLC, Cisco, dan lain sebagainya.
Rektor mengajak para dosen di lingkungan FORTEI Regional VII untuk melengkapi anak didiknya tidak hanya sekedar ijazah namun juga dengan kompetensi. Sehingga mahasiswa kelak mampu bersaing di dunia kerja. “Melalui muswil dan seminar nasional, maka kolaborasi antar Teknik Elektro semakin kuat untuk pengembangan mahasiswa,” tuntasnya.
SINARFE 7-6 diikuti sekitar 44 delegasi dari Prodi Teknik Elektro dari berbagai perguruan tinggi di Jatim, serta puluhan mahasiswa baru Teknik Elektro S-1 ITN Malang turut serta dalam kegiatan ini. SINARFE 7-6 menghadirkan narasumber Dr. Eng. Rony Seto Wibowo, ST., MT., dengan mengangkat tema Transisi Energi Menuju Net Zero Emission Di Sektor Ketenagalistrikan: Tantangan dan Peluang.
Membuka seminar Rony menekankan bahwa mahasiswa masuk ke Teknik Elektro merupakan pilihan yang tepat. Pasalnya Teknik Elektro kedepan akan sangat dibutuhkan, terutama dalam bidang listrik dan energi. Dunia pelan-pelan akan menuju ke transisi net zero emission. Rony mengulik berita CNN bahwa dana yang dibutuhkan untuk transisi energi sebesar 4 ribu triliun, dengan penggunaan paling besar ada pada biaya transisi energi.
Baca juga: Dukung Transisi Energi Bersih, ITN Malang Dapat Kunjungan dari CASE
Teknologi memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negatif yang sangat terlihat adalah adanya emisi rumah kaca sehingga suhu bumi akan naik. Es Gunung Himalaya dan kutub utara perlahan mulai mencair mengakibatkan permukaan laut menjadi menarik. Kekhawatiran-kekhawatiran dari dampak inilah yang mendorong perlunya bumi untuk diselamatkan.
“Imbas net zero emission ini sangat besar ke teknik elektro. Banyak peluang yang berhubungan dengan teknik elektro,” kata alumnus doktoral Hiroshima University Jepang ini.
Dijelaskan Rony, selama ini konsumsi energi terbesar pada sektor transportasi lebih dari 40 persen, industri, rumah tangga, dan komersial. Semua hal tersebut menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Dalam zero mission ada topik penting terkait elektro yaitu elektrifikasi dan digitalisasi. Elektrifikasi akan mengganti yang awalnya BBM beralih ke listrik. Ini akan membutuhkan proses konversi energi, jaringan distribusi, transmisi, pembangkit, dan lain-lain. Dengan begitu kebutuhan listrik akan naik. Elektrifikasi tidak hanya di transportasi, namun juga industri untuk menggusur energi berbasis fosil ke renewable energy.
“Tidak hanya industri tapi gedung dan rumah-rumah. Dalam rangka mengurangi emisi saya setuju (rumah tangga) harus bergeser ke kompor listrik,” serunya.
Ditambahkan Rony, untuk industri ada listrik langsung dan tidak langsung. Listrik tidak langsung didapat dari hidrogen yang juga bisa digunakan untuk transportasi. Keduanya berbasis listrik. Kendaraan Listrik berbasis baterai meskipun efisien namun biasanya jarak tempuhnya tidak bisa jauh. Maka, diperlukan hidrogen untuk penggunaan jarak jauh seperti untuk kapal, pesawat, bus, dll.
Kelebihan dari PLTS dan PLTA akan tersimpan dalam bentuk hydrogen yang bisa diubah ke amonia. Hidrogen dan amonia berpotensi menjadi bahan bakar masa depan, terutama jika diproduksi dengan menggunakan sumber energi terbarukan. Tahun 2025 ke atas bahan bakar hidrogen dan amonia akan menjadi bahan bakar yang bersifat green atau ramah lingkungan.
“Masuk ke renewable energy PLTS, PLTB, pikohidro dan lainnya pasokannya tidak pasti, kadang banyak, dan kadang sedikit. Kondisi tersebut akan menumbuhkan dinamika yang lebih kompleks, dan lebih rumit yang memerlukan sistem manajemen (pengaturan) yang baik,” bebernya. SINARFE 7-6 pun berjalan interaktif dengan banyaknya peserta yang bertanya. Kegiatan diakhiri dengan sesi parallel session yaitu presentasi peserta yang telah mengumpulkan makalah hasil penelitian sebelumnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)