Anggota Himakpa ITN Malang sedang mengaplikasikan materi navigasi darat, di Gunung Argowayang, Kecamatan Pujon, Malang. (Foto: Istimewa)
itnmalangnews.id – Kegiatan pengembaraan, kegiatan seru yang kaya ilmu. Bagaimana tidak, selain bisa berkegiatan di alam bebas, anggota muda Himpunan Mahasiswa Teknik Pecinta Alam (Himakpa), Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang juga bisa belajar mengenal divisi yang ada di Himakpa. Seperti Divisi Gunung Hutan, Konservasi, Arung Jeram (Rafting), Susur Gua (Caving), Panjang Tebing (Rock Climbing), dan Selam.
Baca juga: www.itn.ac.id
Kegiatan Pengembaraan Himakpa akhir tahun 2021 silam diikuti 15 anggota muda angkatan 43 dan 44 merupakan pengembaraan konservasi, dan gunung hutan. Mereka selama empat hari melakukan pendakian Gunung Argowayang, di Kecamatan Pujon, Malang. Gunung yang mempunyai ketinggian 2197 Mdpl ini masuk ke dalam dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jombang. Letak Gunung Argowayang berdekatan dengan Gunung Arjuno-Welirang.
Ketua Umum Himakpa ITN Malang, Mohammad Ilham Bobby Nasution mengatakan, pengembaraan Himakpa bertujuan untuk menerapkan materi yang diajarkan dalam tiap divisi. Sebelumnya anggota akan diberi bekal materi tentang Divisi Konservasi, dan Gunung Hutan. Pengembaraan ini merupakan syarat bagi anggota muda untuk menuju ke anggota tetap Himakpa.
Baca juga: Himakpa ITN Malang Salurkan Bantuan untuk Korban Erupsi Gunung Semeru
“Kami belajar tentang konservasi, dan gunung hutan. Apa Saja yang berada di gunung dipelajari. Mulai dari satwa, tumbuhan, kontur, peta, bahkan kami juga membuka jalur pendakian untuk pejalan kaki. Kami harus pegang peta, kiblatnya dari situ (peta) kami pelajari,” ujar Bobby saat ditemui di Kampus 1 ITN Malang beberapa waktu lalu.
Gunung Argowayang berdekatan dengan Taman Hutan Raya Raden Soerjo atau yang biasa disebut Tahura Raden Soerjo. Tahura Raden Suryo sendiri merupakan kawasan konservasi Arjuno-Welirang. Jadi sangat tepat bila Himakpa melakukan pendakian di Gunung Argowayang untuk mengaplikasikan materi konservasi, dan gunung hutan.
Dikatakan Bobby, materi konservasi yang diterapkan Himakpa kali ini meliputi, materi birdwatching merupakan aktivitas pengamatan burung, analisis vegetasi, dan plaster cast, merupakan salah satu cara inventarisasi satwa dengan mengambil sampel jejak kaki yang akan diidentifikasi lebih lanjut. Sementara untuk materi gunung hutan meliputi, aplikasi navigasi darat, survival, serta backcountry. BackCountry Navigator merupakan aplikasi atau program GPS di ponsel berbasis android yang digunakan untuk menyimpan peta digital dan bisa digunakan saat sedang online atau offline.
“Untuk konservasi dikhususkan ke pengamatan burung. Pengamatan saya, dan yang saya temui untuk jenis burung di Argowayang tergolong umum. Juga tidak banyak satwa yang kami temui, mamalia teramat jarang. Kalau kondisi hutannya alhamdulillah masih lebat,” jelas mahasiswa Teknik Sipil S-1 ini.
Dalam pendakian ini anggota Himakpa dilatih keterampilan mengambil dan mengolah data terbaru. Sehingga mampu menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang konservasi dan gunung hutan. Melakukan kegiatan di gunung juga tidak bisa semuanya begitu saja. Anggota Himakpa juga dilatih berinteraksi dengan birokrasi perijinan (instansi) terkait. Bahkan, pendakian ini juga melatih anggota untuk survive (bertahan hidup) di alam bebas.
“Dari kegiatan di alam bebas kami akhirnya belajar bagaimana bertahan hidup, saling kerja sama, gotong royong, tolong menolong, dan saling menjaga satu sama lain,” imbuhnya.
Hal ini diaminkan oleh Ardany Malikal Fauzan anggota Himakpa. Ardany mengatakan, kegiatan di alam bebas apalagi di gunung atau hutan perlu pelajaran bertahan hidup. Misalnya, ketika kehabisan logistik di tengah hutan. Maka, anggota Himakpa perlu mengetahui tanaman-tanaman apa saja yang layak dikonsumsi.
“Misal tanaman pakis yang masih muda. Ini bisa kita konsumsi. Lalu bagaimana cara mendapatkan air? Bisa dengan mengandalkan air hujan, atau mencari tumbuhan yang bisa mengeluarkan air,” ujarnya.
Anggota Himakpa juga harus siap menghadapi cuaca yang bisa sewaktu-waktu berubah. Medan yang sulit juga menjadi tantangan tersendiri. Apalagi ketika ditemui jalan setapak yang kanan-kirinya merupakan jurang, maka harus ekstra hati-hati. “Kami juga menerapkan potong kompas yang menjadi salah satu materi navigasi darat. Misalnya start di Pujon, dan finish di Jombang,” tandasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)