
itnmalangnews.id – “Penyediaan air panas di hotel-hotel kawasan danau Toba relatif susah. Oleh karena itu, kami meneliti solar water heater,” cerita Dr.Eng. Himsar Ambarita, ST.MT., peneliti energi surya dari Universitas Sumatera Utara, Sabtu (02/02). Sudah tiga tahunan Himsar fokus pada solar thermal, antara lain solar cooling, solar drying, solar water heater, dan solar desalinator. Langkah pertama yang ia lakukan adalah meneliti karakteristik energi radiasi matahari. Radiasi matahari dapat diestimasi sesuai persamaan fisika, dan hasil teoritis ini tidak jauh berbeda dengan data lapangan dari piranometer.
Aplikasi bidang teknik harus memperhitungkan efisiensi. Oleh sebab itu, Himsar meneliti jenis-jenis pemanas air tenaga surya yang sesuai dengan iklim di Indonesia. Jenis Phase Change Material (PCM) menggunakan asam stearat, performanya dinilai rendah dan tidak sebanding dengan biaya perawatan. “Perpindahan panas susah, dengan titik leleh asam stearat itu untuk memanaskan air butuh energi cukup besar,” jelas peneliti yang memiliki paten tentang penukar panas tersebut.
Jenis kedua yang diteliti adalah heat pipe tapi tidak mengunakan refrigerant sebagai fluida transfer. “Safety kadang kurang diperhatikan pengguna, padahal ada refrigerant yang mudah terbakar serta beracun, contohnya methanol dan amoniak. Pemanas ini cukup menjanjikan, tapi lagi-lagi gerakan mekanik belum sepadan dengan performa,” ujarnya.
Baca juga: Profesor Erry Yulian Triblas Desta: Internet of Things Ciptakan Big Data
Akhirnya, Himsar meneliti hybrid thermal. Kolektor panas diletakkan di atap dan air panas disimpan dalam tangki. Perpindahan dibantu pompa yang digerakkan oleh solar photovoltaic. “Efisiensinya besar tapi masih dioptimasi. Energi surya sekarang semakin banyak dilirik masyarakat, pengembangan mutlak diperlukan,” tutup Himsar.
Penelitian ini dipaparkan sebagai materi kedua Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri (SENIATI) 2019 di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. (ata)