itnmalangnews.id – Kearifan lokal dapat berwujud nyata alias tekstual seperti kitab tradisional primbon atau tidak berwujud seperti petuah dan kidung turun temurun. Aspek ini penting dalam merancang serta membuat arsitektur suatu daerah. Prof. Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MT, Guru Besar Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang mencontohkan kearifan lokal di kota Cakranegara, Lombok, Nusa Tenggara Barat yang kental akan budaya Hindu Bali.
Prof.Dr.Ir. Lalu Mulyadi, MT, Guru Besar Arsitektur ITN Malang (kiri) bersama Rektor ITN Malang Dr.Ir. Kutamar, MT (kanan). (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
Baca juga: www.itn.ac.id
Terdapat tujuh konsep kearifan lokal yaitu; Desa Kala Patra (desa sebagai areal tempat tinggal masyarakat), Rwa Bhinneda (keseimbangan alam semesta yang sistematis), Sekala-Niskala (benda tampak dan benda ghaib), Tri Hita Karana (tiga sebab kebaikan), Tri Angga, Tri Mandala, Sanga Mandala (tiga nilai, tiga segiempat ruang, sembilan nilai ruang), Nawa Sanga (sembilan posisi singgasana dewa), dan Asta Dikpalaka (dewa-dewa penjaga delapan arah).
“Implementasinya kota didesain blok-blok dengan fungsi sesuai kepercayaan yang dianut. Kota Cakranegara punya orientasi dan hierarki spasial yang ditunjukkan dengan keberadaan kuil, penduduk, serta batas kawasan yang menonjol,” tutur Lalu, Sabtu (18/01/2020).
Untuk merawat kearifan lokal, setiap elemen masyarakat perlu bekerja sama satu sama lain. Lalu mengungkapkan jika pengelola kota memiliki peran besar dalam menjaga kearifan lokal. “Pengelola kota patut memiliki wawasan holistik, memahami pentingnya keragaman hayati, konservasi warisan alam dan budaya. Mereka pun harus bisa mengupayakan keterpaduan antara tata guna lahan dengan jaringan transportasi dan infrastruktur, serta berusaha menciptakan komunitas berimbang yang menumbuhkan kohesi sosial,” lanjut alumnus Arsitektur ITN Malang ini.
Baca juga: Mudahkan Wisatawan, ITN Malang Gagas Peta Wisata Kampung Heritage Kayutangan
Baca juga: Keren ! Empat Mahasiswa Arsitektur ITN Malang Borong Juara Lomba Desain Gapura Kota Pasuruan
Menurut Lalu, kota berkembang tanpa terencana sehingga menyimpan aneka aspek historis, budaya, dan sosial. Bagian-bagian dari kota seperti bangunan memiliki heterogenitas yang unik seperti arsitektur ala masa kolonial. Bangunan tersebut harus dipertahankan agar suatu kota tidak kehilangan jejak masa lalu.
“Untuk itu, butuh peran arsitek yang ahli merancang bangunan dan mengembangkan identitas perkotaan. Peran sesungguhnya arsitek adalah membentuk lingkungan binaan yang mapan dan berkelanjutan. Artinya, mampu memberi porsi seimbang terhadap hubungan antara bangunan, manusia, serta lingkungan,” pungkas pria asal Nusa Tenggara Barat tersebut.
Topik tersebut ia sampaikan pada Sidang Terbuka Senat ITN Malang dalam rangka pengukuhan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Arsitektur. Acara dihelat di Auditorium Kampus 1. Pengukuhan Lalu dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Ketua LLDIKTI Wilayah 7, perwakilan pemerintah Kota Malang, yayasan, perguruan tinggi, serta rekan-rekan guru besar dari berbagai kampus. (ata)