Riska Nanda Sintya Dewi wisudawan terbaik Teknik Sipil S-1, FTSP, ITN Malang, pada wisuda ke-71 periode 1 tahun 2024. (Foto: Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Perkembangan infrastruktur pada berbagai sektor tentunya berdampak positif bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian. Pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini didominasi penggunaan beton pada konstruksi utamanya. Selain beton, elemen yang penting dalam konstruksi bangunan adalah mortar. Mortar merupakan pasta dari campuran semen, pasir, dan air yang berguna untuk mengikat, mengisi, dan menutup celah yang tidak beraturan seperti unit batu, batu bata, dan beton.
Namun sayangnya kerusakan akibat pembebanan pada pori-pori mortar atau sering disebut dengan istilah retak rambut (micro crack) kadang terjadi. Micro crack memiliki dimensi yang sangat kecil, secara umum tidak dianggap berbahaya. Seiring waktu perubahan dimensi micro crack dapat mengakibatkan kegagalan struktur bangunan akibat dimensi keretakan yang semakin luas.
Seiring dengan perkembangan inovasi salah satu yang dilakukan untuk mengatasi keretakan adalah menggunakan self healing. Merupakan pemulihan keretakan mortar dengan memanfaatkan bakteri sebagai agen pemulihan diri secara mandiri menggunakan takaran tertentu.
Baca juga: Bermodal 14 Ribu Rupiah, Mahasiswa ITN Malang Juarai Kategori Jembatan Terekonomis
Inovasi inilah yang dilakukan oleh Riska Nanda Sintya Dewi mahasiswa Teknik Sipil S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang). Dalam self healing Riska menggunakan spesies bakteri Bacillus Subtilis. Mengingat penelitian yang dilakukannya lintas prodi, maka dosen pembimbingnya selain Ir. Ester Priskasari, MT., dari teknik sipil, juga ada Dra. Siswi Astuti, M.P.d., dari Prodi Teknik Kimia, FTI, ITN Malang. Skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan Bakteri Bacillus Subtilis Terhadap Mortar dalam Kemampuan Pulih Mandiri (Self Healing)” melengkapi prestasinya sebagai wisudawan terbaik teknik sipil pada wisuda ke-71 periode 1 tahun 2024 ITN Malang.
“Pencampuran mikroba dalam proses pembuatan mortar juga dapat menambah kuat tekan mortar, dengan cara mikroba menghasilkan zat kapur untuk menutup pori-pori yang ada di dalam mortar sehingga beton menjadi lebih kuat dan padat,” katanya. Zat kapur sendiri menjadi bahan utama pembuatan semen.
Pemilik IPK 3,62 ini mengatakan, sesuai penelitian terdahulu Bacillus Subtilis merupakan bakteri dengan golongan mesofil, yang mampu hidup dan tumbuh pada suhu 10oC-47oC. Bacillus Subtilis juga telah berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan terhadap situasi. Bakteri Bacillus Subtilis memiliki sistem pertahanan diri yang kuat dengan membentuk endospora yang dapat tahan pada kondisi lingkungan yang ekstrem. Endospora ini memberikan kemampuan proteksi diri yang dapat mentolerir faktor lingkungan seperti panas, asam, basa dan garam dalam jangka waktu yang lama sehingga cocok untuk menjadi bahan tambah pada mortar.
“Secara singkat pembuatan mortar pada penelitian ini sama dengan pembuatan mortar pada umumnya. Bedanya hanya pada saat pencampuran antara pasir, air, dan semen dilakukan penambahan bakteri Bacillus Subtilis dan komponen tambahan dalam bentuk cair. Lalu dilakukan flow test setelah itu dicetak dan di lakukan pengamatan,” jelas dara kelahiran Pare, Kabupaten Kediri ini.
Seperti pada tujuan penelitian adalah untuk analisis perkembangan self healing pada micro crack dengan adanya penambahan bakteri Bacillus Subtilis dan komponen pendukungnya mortar. Persentase optimum campuran bakteri dan pengaruh penambahan bakteri terhadap penutupan retak. Maka, perubahan penutupan micro crack terhadap self healing dengan penambahan bakteri Bacillus Subtilis dan komponen pendukung terhadap micro crack penutupan self healing mortar dapat mempengaruhi lama kering mortar.
Baca juga: Awalnya Iseng Daftar Lomba, Tim Spectra Wibowo Masuk 5 Besar Kompetisi Bangunan Tahan Gempa
Benda uji dengan waktu kering (setting time) terjadi pada hari ke 7 pasca lepas dari mold. Untuk setting time tercepat terjadi pada komposisi 50 persen bakteri + air yaitu 5 hari. Sedangkan setting time terlama terjadi pada benda uji komponen 75 persen -(CO(NH2)2) pada hari ke 12. Hal ini disebabkan karena setiap campuran benda uji memiliki kandungan yang berbeda.
Analisis pengamatan proses penutupan retak dengan perlakukan spray di hari ke 14, 21, dan 28 hari menunjukkan bahwa terjadi penutupan pada benda uji komposisi 75 persen dapat dilihat secara visual. Untuk benda uji tanpa perlakukan tidak ada yang mengalami penutupan retak serabut (micro crack) secara mandiri (self healing).
“Prosentase optimum bakteri Bacillus Subtilis berada pada komposisi benda uji 75 persen lengkap dengan banyak bakteri yang digunakan adalah 52,785 dengan komponen tambahan sama banyak dengan bakteri. Penentuan prosentase ini dipilih karena hasil penelitian dan dibuktikan oleh pengamatan visual,” bebernya.
Untuk mendapatkan hasil terbaik maka penelitian perlu dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama sehingga dapat membantu dalam dunia teknik sipil. Harapan dari penelitian ini dapat menghasilkan solusi perbaikan retak secara mandiri. Dengan begitu dapat menjadikan alternatif perbaikan secara ekonomis dan ramah lingkungan.
Sebagai anak buruh tani dari pasangan M. Mujib, dan Purwanti, Riska sebelumnya tidak ada ekspektasi menjadi lulusan terbaik teknik sipil. Ia kuliah dengan beasiswa KIP-Kuliah, merupakan bantuan biaya pendidikan dari pemerintah. Sehingga dalam pikirannya hanya fokus kuliah, menambah ilmu dan pengalaman, serta berorganisasi untuk membentuk mental. Menurutnya nilai hanyalah bonus. Keberhasilannya tidak lepas dari peran dosen, sivitas teknik sipil dan teman-teman yang membantu.
“KIP Kuliah bagi saya sangat membantu. Meskipun untuk biaya UKT dari pemerintah yang dibayarkan ke ITN kurang, kami tidak ada potongan lagi untuk menambah pembayaran UKT tersebut. Dengan adanya KIP kuliah saya bisa menyelesaikan kuliah lebih cepat satu semester dari batas umum untuk lulus,” ungkap Riska yang berhasil menyelesaikan waktu studi 3,5 tahun.
Dengan keterbatasan ekonomi Riska menutupi biaya hidup selama di Malang dengan bekerja freelance. Ia pernah bekerja sebagai tutor privat Matematika untuk SMP selama tiga tahun (bimbel dan non bimbel), pernah bekerja sebagai barista di area Jalan Suhat Kota Malang, dan sempat bekerja selama satu bulan sebagai driver Shoppe Food.
“Selama kuliah baik makan, kos, dan kebutuhan kuliah saya tanggung sendiri. Sesekali saja dibantu orang tua. Keterbatasan ekonomi membuat saya harus bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja. Alhamdulillah sebelum lulus saya sudah bekerja di perusahan kontraktor yang bergerak di bidang perbaikan dan rehabilitasi jalan dan jembatan,” tuntasnya. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)