Jesika Nur Sudinda lulusan terbaik Teknik Industri S-1 ITN Malang, pada wisuda ke 66 periode II tahun 2021. (Foto: Yanuar/humas)
itnmalangnews.id – Saat memilih dan membeli kaos pernahkah menemukan ada kecacatan? Seperti warna sablon nya tidak merata, posisi sablon menceng, sablon pecah atau retak, dan lain sebagainya. Dengan kondisi sablon seperti ini tentunya kaos akan reject. Masalah tersebut tidak luput ditemui oleh Jesika Nur Sudinda di perusahaan konveksi Home Industry 35 Screen Printing, Turen, Malang. Home Industry 35 Screen Printing selama ini memproduksi produk sesuai permintaan konsumen. Tetapi, produk utamanya adalah kaos sablon.
Baca juga: www.itn.ac.id
Jesika menemukan permasalahan yang sering terjadi di perusahaan Home Industry 35 Screen Printing adalah kecacatan produk saat proses produksi sedang berjalan, serta produk yang dihasilkan tidak sesuai standar yang sudah ditetapkan. “Yang paling banyak dipesan konsumen adalah kaos. Maka, saya tertarik meneliti kualitas produk kaos sablon. Dan benar, pada saat survey saya menemukan kecacatan pada produk. Bahkan ada 7 jenis cacat pada kaos sablon di home industri tersebut,” kata lulusan terbaik Teknik Industri S-1 Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, pada wisuda ke 66 periode II tahun 2021 yang lalu.
Tujuh kecacatan tersebut adalah, salah posisi/penempatan gambar sablon, perbedaan warna hasil produksi dan sampel, miss register (tidak sesuai/tidak presisi antara sablon dengan cetakannya), sablon luntur, salah urutan atau penempatan warna (biasanya terjadi kalau ada permintaan warna sablon yang lebih dari satu), sablonnya retak atau pecah, serta sablon rontok.
Kemudian ke-7 kecacatan tersebut dianalisis menggunakan diagram pareto untuk mencari jenis cacat tertinggi, fishbone diagram untuk mengidentifikasi faktor penyebab cacat, dan tabel FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dengan menghitung nilai Risk Priority Number (RPN), serta Analisis 5W+1H untuk memberikan usulan perbaikan. Jesika juga melakukan wawancara brainstorming bersama owner, dan karyawan. Brainstorming merupakan metode umum untuk menemukan ide-ide baru, yang didasarkan pada spontanitas dan kreativitas.
Baca juga: Kiat Menghadapi Tes Masuk Dunia Industri
Maka, didapatlah 3 jenis kecacatan tertinggi. Yaitu salah penempatan gambar sebesar 32,54%, perbedaan warna hasil produksi dan sampel sebesar 20,21%, dan miss register sebesar 16,71%. Dari 3 jenis kecacatan tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan diagram fishbone. Gunanya untuk mengetahui penyebab kecacatan atau faktor-faktornya yang mempengaruhi kecacatan.
Diagram fishbone merupakan diagram tulang ikan untuk mengidentifikasi berbagai faktor penyebab masalah. Diagram ini juga merupakan metode untuk meningkatkan kualitas. Kemudian, baru masuk ke tabel FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dengan menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) serta serta Analisis 5W+1H untuk memberikan usulan perbaikan.
Cara analisa FMEA, pertama harus mencari nilai atau RPN (Risk Priority Number). Ini seperti angka kecacatan, kemudian didapatkan nilai yang tertinggi. Setelah dapat RPN tertinggi maka akan diketahui faktor-faktor penyebab kecacatan tersebut.
“Dari analisa tersebut didapat kecacatan tertinggi pada penempatan gambar. Hal ini akan menyebabkan timbulnya kegagalan. Sebenarnya sudah ada SOP, namun tidak lengkap. Usaha sablon kaos ini kan masih home industri rumahan, mungkin karyawan kurang panduan. Tidak ada pedoman atau patokan cara standar produksi. Jadi, saya mengusulkan SOP yang baru, yang lebih lengkap,” beber putri pasangan Adi Suwarno dan Nuryasih ini.
Baca juga: Fakultas Teknologi Industri ITN Malang Resmi Runcurkan “We Are One” Care Center
Kecacatan yang kedua terjadi pada perbedaan warna hasil produksi dan sampel. Untuk perbedaan warna hasil produksi dan sampel menurut Jesika, faktor penyebab yang paling tinggi adalah screen goyang saat pencetakan. Faktor penyebabnya, bisa dari alat atau operator mesin.
“Maka, perlu adanya pelatihan dan pengembangan skill karyawan. Dengan memberikan edukasi kepada karyawan supaya ketika ada SOP akan lebih struktur kegiatan produksinya. Dengan begitu dapat mengurangi kecacatan,” imbuh penerima beasiswa Bidikmisi Ristekdikti dengan IPK 3,82 ini.
Kecacatan yang ketiga karena miss register. Dimana warna tidak sesuai dengan warna sablon dan cetakannya. Ini bisa terjadi karena kesalahan memilih warna bahan baku. Bisa dari tinta bahan baku utama. Biasanya karena tinta yang dipakai sudah kadaluarsa. Sehingga bisa mengakibatkan warna berbeda.
“Nah, kalau kecacatan jenis ini saya usulkan perusahaan mendata bahan baku. Supaya karyawan tidak salah dalam menggunakannya. Mereka juga bisa memilih dan menata bahan baku dengan baik sehingga tahu tinta yang mana yang masih bisa digunakan, dan yang sudah tidak bisa digunakan,” pungkas Jesika yang juga pernah magang di PPSDM Migas Blora, Jawa Tengah ini. (me/Humas ITN Malang)