Kolaborasi: 1. Rektor ITN Malang Prof Dr Eng Ir Abraham Lomi MSEE, 2. Ketua P2PUTN Ir Kartiko Ardi Widodo, MT, 3. PT WIKA (Persero) Harum Akhmad Zuhdi dan 4. Perwakilan Direksi PT SUN Energy Renadi Kusumawiangga. (Foto: Yanuar/humas)
itnmalangnews.id – Groundbreaking (peletakan batu pertama) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 0,5 MWp/ 500 KWp Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang menjadi percontohan PLTS pertama di Malang, Jumat (05/03/2021). Berlokasi di Kampus 2 ITN Malang groundbreaking panel surya memanfaatkan lahan seluas setengah hektar dengan nilai investasi 7 miliar rupiah. PLTS hasil koraborasi ITN Malang dengan PT Wijaya Karya (WIKA) Persero TBK dan PT Surya Utama Nuansa (Sun Energy) ini nantinya akan menjadi PLTS terbesar skala kampus di Pulau Jawa sekaligus PLTS terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh perguruan tinggi swasta.
Baca juga: www.itn.ac.id
Harum Akhmad Zuhdi, Direktur Operasi II EPC PT Wijaya Karya (WIKA) menjelaskan, direktoratnya ditunjuk sebagai champion salah satunya di renewable energy. Indonesia memiliki sumber daya renewable energy yang besar. Mulai sinar matahari sepanjang tahun, gunung berapi yang bisa dimanfaatkan untuk geothermal, angin yang tak pernah berhenti dan gelombang laut.
“Kita punya semua sumber daya dan di ITN ini kami rangsang dengan PLTS. Sebelum di ITN, kami sudah memulai di ITERA (Institut Teknologi Sumatera). Dengan prinsip yang sama kami ingin merangkul adik-adik di kampus bahwa kita memiliki renewable energy yang besar. Saya akan memprovokasi dan mencarikan teknologi provider-nya,” ujar Harum.
Indonesia mempunyai energi yang melimpah. Dengan proyek-proyek besar yang dimiliki, Wika membuka peluang bagi mahasiswa untuk praktek kerja. Sehingga saat lulus nanti mahasiswa sudah memiliki pengalaman dan kemampuan kerja. “Nah, kami pelopori itu (kerja praktek). Makanya saya paling senang kalau bertemu dengan perguruan tinggi yang visioner. Mahasiswanya diberi peluang untuk bisa kerja praktek di perusahaan besar. Tapi ya jangan berpikir WIKA itu besar, dan susah paraktek di sana. Tidak sama sekali, jangan khawatir nanti kami bantu. Memang proyeknya banyak di luar Jawa,” lanjut alumnus S-1 Institut Teknologi Sepuluh November ini.
Renadi Kusumawiangga, perwakilan direksi PT SUN Energy menambahkan, kerjasama antara perguruan tinggi ITN Malang, pemerintah PT Wika dan swasta PT SUN Energy akan berlangsung selama 25 tahun. PT SUN Energy sebagai investor, sehingga ITN Malang tidak terbebani dalam pembangunan PLTS tersebut.
Baca juga: “Sikrid Ryana” untuk Peternakan di Wajak
“Jadi ITN Malang tidak mengeluarkan biaya investasi apapun termasuk operation dan perawatan. Semua ditanggung oleh SUN. ITN hanya mengeluarkan biaya operasionalnya saja. Untuk perawatan Wika akan kerja sama dengan sivitas akademika ITN khususnya mahasiswa elektro. Nanti setelah 25 tahun kami akan serahkan semua (PLTS) ke ITN Malang,” jelas Rei.
Ki-ka: Harum Akhmad Zuhdi, Direktur Operasi II EPC PT Wijaya Karya (WIKA) dan Renadi Kusumawiangga, perwakilan Direksi PT Surya Utama Nuansa (Sun Energy) saat memberi sambutan pada groundbreaking PLTS ITN Malang. (Foto: Yanuar/humas)
Menurut Rei, luasnya lahan ITN Malang memiliki potensi dikembangkannya PLTS kelak dikemudian hari. PLTS ITN Malang bisa di-upgrade bergantung kebutuhan dan kemampuan kampus. Untuk kerjasama dengan PLN akan ada sistem ekspor-impor. Ketika kampus sedang kosong aktifitas listrik akan diekspor ke PLN, dan jika ITN kekurangan maka akan mengambil listrik dari PLN.
“Untuk listrik yang diekspor ke PLN dihargai enam puluh lima persen. Nah, saat ini sedang dirancang untuk ditingkatkan menjadi tujuh puluh lima persen. Harga listrik yang akan dibayar oleh PLN yang kita ekspor ya, jadi cukup optimis ke depannya,” terang Rey.
PLTS di ITN Malang akan menggunakan sistem on grid tanpa baterai. Sistem on grid ini cocok digunakan di wilayah-wilayah yang sudah terkoneksi dengan jaringan listrik dari PLN. Sementara untuk sistem off grid (dengan baterai) banyak digunakan di luar Pulau Jawa yang belum ada jaringan listrik dari PLN. “Kalau belum terkoneksi dengan PLN harus ditambah baterai dan ini mahal biayanya. Jadi untuk di kampus-kampus memakai sistem on grid,” ujar Rey. (me/Humas ITN Malang)