itnmalangnews.id – Jembatan Sungai Besuk Kobokan, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang rusak akibat terjangan lahar dingin Gunung Semeru Desember 2021 silam masih menjadi bahasan menarik bagi akademisi khususnya teknik sipil. Upaya membangun dengan mendesain ulang jembatan marak dibahas. Salah satunya I Putu Hendra Wijana, lulusan terbaik Prodi Teknik Sipil S-1, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP), Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang.
Putu merancang ulang struktur atas Jembatan Sungai Besuk Kobokan tipe pelengkung (through arch) dengan metode desain faktor beban dan ketahanan (DFBK). Jembatan Sungai Besuk Kobokan memiliki bentang sepanjang 130 meter dengan konstruksi beton bertulang. Jembatan ini memiliki peran penting sebagai akses penghubung antar Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang.
Baca juga: Bermodal 14 Ribu Rupiah, Mahasiswa ITN Malang Juarai Kategori Jembatan Terekonomis
“Saya merancang ulang jembatan dengan rangka tipe pelengkung. Awalnya jembatan memakai beton pelengkung di bagian bawah jembatan. Karena struktur pelengkungnya roboh terkena lahar dingin, maka saya membuat rangka pelengkung di atas dengan dengan baja karena lebih ringan dari pada menggunakan beton,” ujar Putu yang ikut diwisuda pada wisuda ke-69 tahun 2023.
Dijabarkan Putu, jembatan didesain ulang menggunakan tipe pelengkung rangka dengan tinggi 20 meter, lebar jembatan 9 meter. Jembatan juga menggunakan kabel penggantung di sepanjang bentang jembatan sebagai penggantung untuk menahan lantai kendaraan di bawahnya.
“Rangka tipe pelengkung lebih mudah dipasang daripada beton. Rangka baja sendiri didesain kuat menahan gaya batang (gaya-gaya pada jembatan), gaya dorong, dan tarik saat mobil lewat di atas jembatan,” imbuh pemilik IPK 3,60 ini.
Dalam perencanaan ini Putu menggunakan metode DFBK serta SNI terbaru sebagai acuan perencanaan struktur jembatan. Hasil dari perencanaan yang telah dilakukan, digunakan profil WF untuk gelagar memanjang, profil WF, profil HWF untuk gelagar induk, pelengkung, profil HWF untuk gelagar induk memanjang tepi, profil WF untuk gelagar melintang atas, profil untuk ikatan angin atas, kabel penggantung tension rod D60 mm. Maka nantinya akan didapatkan dimensi untuk perletakan elastomer.
“Kalau jembatan kena gaya tarik dari kabel lebih kuat, dan cocok menggantung. Lebih elastis. Tapi resikonya kalau ada angin keras agak bergoyang,” Putu memperjelas.
Baca juga: Modul Nusantara Jembatani Mahasiswa Bangun Rasa Toleransi dari Berbagai Negeri
Memilih mendesain jembatan baja menjadi tantangan bagi Putu. Ia mengaku jembatan baja merupakan mata kuliah yang kurang dimengerti. Menurutnya, saat di dunia kerja menghitung struktur baja menjadi hal mendasar bagi teknik sipil. Jadi ia membulatkan tekad memperdalam baja sehingga ketika lulus bisa menambah pemahaman.
“Saya akui, saya lemah dalam mata kuliah ini, maka saya mengambilnya (skripsi) untuk belajar, menggali, memperdalam, serta membuka kefahaman saya. Ternyata pada aplikasinya tidak sesulit yang saya bayangkan,” ungkap putra pasangan I Made Suarjana, dan Ni Wayan Ariani. Ia berusaha keluar dari zona rasa nyaman dengan mengambil skripsi yang “tidak nyaman”.
Selama kuliah di ITN Malang putra asal Gilimanuk, Bali ini juga aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Hindu Dharma (IMHD). Ia juga mengikuti beberapa proyek menghitung RAB rumah, dan masjid untuk menambah pengalaman.
“Saya memang tertarik di dunia bangunan. Awalnya saya melakukan riset arsitektur, dan sipil. Setelah saya pilih-pilih, saya memutuskan memilih Teknik Sipil ITN Malang,” tandasnya. Putu menyelesaikan skripsi dibawah bimbingan Ir. Sudirman Indra, M.Sc, dan Vega Aditama, ST, MT. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)