itnmalangnews.id – Glintung Go Green (3G) masa kini berbeda dengan Glintung enam tahun lalu. Ir. Bambang Irianto, penggagas Kampung 3G menerangkan bahwa dulu Glintung tergolong memprihatinkan. “Dulu istiqomah banjir, jalan rusak, angka kriminalitas tinggi, rata-rata warga jadi korban rentenir, dan tingkat kesehatan rendah yang umumnya terkena penyakit degeneratif,” kenang mantan Ketua RW 23, Kelurahan Purwantoro, Kota Malang ini, Kamis (23/05).
Ir. Bambang Irianto, Penggagas Kampung 3G menceritakan perjuangan Glintung pada peserta kuliah tamu. (Foto: Yanuar/Humas)
Transformasi Glintung tidak lepas dari tekad Bambang begitu terpilih menjadi Ketua RW pada akhir 2012. Bambang sampai menghabiskan satu tahun pertama kepemimpinannya dengan rapat mengonsep, berdiskusi dengan perguruan tinggi, dan mencoba sosialisasi kepada warganya. Itikad Bambang sempat diragukan warga, terlebih lagi anggaran warisan kas RW nol rupiah.
“Modal kami adalah gotong royong. Di awal perlu sosialisasi karena percuma mengubah fisik kampung Glintung jika pola pikir warga masih sama. Ketika proses ini sulit, kami memberi penegasan berupa peraturan RW. Kalau di rumah tidak ada tanaman, jangan minta stempel RW. Untuk menanam tanaman tidak perlu beli mahal-mahal, gunakan tanaman dan wadah seadanya saja,” cerita Bambang pada peserta Kuliah Tamu Teknik Lingkungan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang.
Brosur Penerimaan Mahasiswa Baru ITN Malang 2019-2020
Kesadaran warga kian terbangun. Mereka membuat vertical garden, Bank Sampah, koperasi berbadan hukum, lubang biopori, hingga membentuk kader-kader lingkungan cilik. Perubahan pun dirasakan warga. Banjir tidak lagi datang. Sebanyak 700 biopori standar, 200 biopori jumbo, dan 200 biopori super jumbo terbukti mampu mengamankan warga dari banjir yang dulu merupakan langganan. Bonusnya, usaha warga pun berkembang terkait wisata, urban farming dan pembuatan produk. Kejayaan koperasi membuat warga lepas dari jerat rentenir. Kas RW naik drastis hingga mencapai satu milyar rupiah.
Baca juga: Mahasiswa ITN Malang Ngebor Biopori di Tunjungsekar
Baca juga: Rektor ITN Malang Tanam Pohon pada Hari Jadi Baskomas
Kepedulian Kampung 3G bukan hanya pada permasalahan kampung, tetapi juga sampai pada perubahan iklim. Kampung 3G turut peduli pada energi alternatif yang ditunjukkan dengan dipasangnya sel surya dan pikohidro di sejumlah sudut. Kampung ini pun memiliki alat pengukur curah hujan dan kecepatan angin. Sementara itu, manfaat lain biopori adalah meningkatkan volume air yang bisa diserap tanah.
Kerja keras Kampung 3G memanen prestasi, baik di skala nasional maupun internasional. Bambang mendapat penghargaan Kalpataru 2018, sedangkan Kampung G3 menjadi percontohan nasional. Kampung G3 juga mengikuti lomba Guangzhou Award for Urban Innovation dan dinobatkan sebagai Kampung Konservasi Air pertama di dunia. (ata)