Ar. Armudya Indra P, IAI, Principle Satuvista Architect didampingi Komang Ayu Laksmi H.S, ST., M.Ars dosen Arsitektur ITN Malang. (Foto: Yanuar/Humas ITN Malang)
itnmalangnews.id – Talkshow Nata Karya 2.0, Prodi Teknik Arsitektur S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) dihelat dua hari, Senin-Selasa (15-16/01/2024) di Aula Kampus 1, ITN Malang. Diisi oleh Ar. Andy Rahman, IAI, Principle Andyrahman Architect, dan Ar. Armudya Indra P, IAI, Principle Satuvista Architect yang juga merupakan alumnus Arsitektur ITN Malang, angkatan ‘98.
Andy Rahman menceritakan awal mula ia membangun bisnis arsitek. Cara mengelola studio arsitektur mulai membangun sampai bisa kompetitif hingga sekarang. Menurutnya tiap arsitek akan dan menemukan pola dalam membangun bisnisnya sesuai jalannya masing-masing.
Ia menyampaikan, sebagai mahasiswa harus terus mencari pengalaman di luar perkuliahan. Pasalnya selama kuliah dirinya tidak pernah diajarkan mengenai bisnis di dunia arsitektur, maupun membuat kontrak kerja. Maka, ketika lulus dan ingin membuka studio sendiri rasanya seperti dilepas ke hutan untuk belajar sendiri.
Baca juga: Nata Karya 2.0 Pamerkan 160 Karya Mahasiswa Arsitektur Hingga Undang Klien
“Karena yang diajarkan di kuliah ya hanya arsitekturnya. Dulu saat memulai bisnis saya sendirian. Bisnis arsitek itu modalnya kecil, hanya keberanian,” katanya.
Andy Rahman memulai usaha dari kamar tidurnya. Sambil bekerja di luar ia berusaha membuka usaha. Alumnus ITS Surabaya ini membagikan kiat agar sukses dalam proyek. Salah satunya adalah ketika TOR atau Term of Reference diterima, maka harus sudah ada kontrak. TOR adalah penjelasan lengkap dalam bentuk berkas atau dokumen mengenai landasan, tujuan, dan struktur proyek yang akan segera dilaksanakan.
“Ini sangat penting. Kalau sudah kontrak kita laksanakan SPK, pembayaran DP, dan baru kita survei. Agar waktu tidak terbuang percuma, karena kadang setelah survei ada saja kasus mereka tidak jadi (kerja sama),” ungkapnya.
Setelah TOR turun dilakukan observasi data, masuk ke tahap pra rencana dengan berdialog dengan klein. Kemudian masuk tahap DED (detail engineering design), setelah betul semuanya baru diserahkan ke klein. Untuk revisi pun harus disepakati berapa kali revisi, agar klien memperhatikan dan tidak selalu minta revisi.
“Dari pengalaman kami sebuah karya arsitektur yang bagus bisa sampai ke tahap pengawasan. Seberapapun detail karya kita kalau tidak diawali pasti meleset saat pengerjaan. Jadi pengawasan sangat penting hingga serah terima proyek ke klien,” katanya.
Menurutnya prosentase perencanaan dan pengawasan adalah 40:60. Pemikiran bahwa arsitek hanya membuat desain menurutnya itu salah. Karena di lapangan banyak varian yang harus diputuskan. Jadi saat hasilnya dilapangan tidak sesuai desain, maka yang salah bukan kontraktornya, karena saat membangun tidak didampingi. Di dunia kontraktor untuk menghasilkan karya yang bagus tidak hanya peran arsitektur, tapi 3 elemen harus sejalan, perencanaan, klien, dan pelaksana.
Senada dengan Andy Rahman. Armudya Indra P mengatakan bahwa pengawasan di lapangan sangat diperlukan. Alumnus Arsitektur ITN Malang yang akrab disapa Indra ini menekankan, seberapapun detail dan bagus sebuah desain, tapi tanpa pengawasan pada waktu pelaksanaan bisa berubah.
Baca juga: Munas Ikatan Alumni Teknik Kimia ITN Malang Dihadiri PJ Wali Kota dan Arie Kriting
Untuk itu ada proses perjalanan proyek. Mulai presentasi, pembuatan desain, pengembangan, perijinan IMB, tender, pembangunan, finishing, hingga serah terima proyek. Dalam perjalanan proyek tersebut Indra juga memasukkan variabel lain yang mempengaruhi tiap perjalanan.
“Kita juga harus mengetahui regulasi saat pembangunan, karena ada kaitannya dengan pengurusan perijinan,” katanya.
Menurut Indra mahasiswa bisa belajar sedini mungkin untuk mengenali dunia kerja dengan magang. Satuvista Architect juga membuka program magang bagi mahasiswa. Ini sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat, serta ikut membantu mencerdaskan generasi muda.
Di sini mahasiswa diajak dalam proses pelaksanaan sebuah proyek. Belajar menganalisa membuat konsep, merevisi, membuat gambar kerja, melakukan penghitungan RAB dan lain sebagainya. Bahkan selain working studio mahasiswa juga diajak coworking dengan berkolaborasi dengan studio lain untuk saling mengisi, mengikuti acara seminar, kegiatan asosiasi, bahkan jalan-jalan architect.
“Kita perlu membangun chemistry teman-teman di studio dengan belajar langsung di tempat yang dikunjungi. Kalau hanya belajar dari buku dan internet kurang. Kelemahan teman-teman arsitek desainnya bagus-bagus tetapi pada fase pelaksanaan dan mendetailkan di lapangan metodenya sangat kurang. Maka kita belajar langsung dengan melihat di lapangan. Sekaligus untuk melepaskan kejenuhan, kami ingin menyeimbangkan kehidupan dipekerjakan dan pribadi sosial,” tutur Indra. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)