Dr Ir Lies Kurniawati Wulandari MT dosen Pasca Sarjana Teknik Sipil ITN Malang menjelaskan disertasinya dengan latar belakang kolam IPAL komunal di Yayasan Tirta Rona, Tlogomas Kota Malang. (Foto: Yanuar/humas)
itnmalangnews.id – Black water merupakan air limbah buangan dari kakus/WC. Limbah tinja manusia ini memiliki kandungan bahan organik dan polutan yang tinggi. Selayaknya sebelum dibuang ke sungai perlu diolah dengan baik. Sehinga air hasil akhir pengolahan black water bisa dimanfaatkan sebagai air irigasi. Pengolahan black water ini menarik bagi Dr Ir Lies Kurniawati Wulandari MT dosen Pasca Sarjana Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang yang kemudian menjadikannya sebagai penelitian disertasi.
Baca juga: www.itn.ac.id
Menurut Lies, limbah domestik/rumah tangga ada dua macam, grey water dan black water. Grey water merupakan limbah dari kamar mandi dan dapur. Sedangkan black water ke luar dari septic tank/WC. WC komunal atau biasa disebut dengan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sangat efektif diterapkan di rumah padat penduduk yang memiliki sedikit lahan. Seperti halnya IPAL Yayasan Tirta Rona Indah milik Agus Gunarto di wilayah Jalan Tirta Rona, Tlogomas, Kota Malang tempat Lies melakukan penelitian. Di sini terdapat WC komunal dari warga sekitar.
“Yang di olah adalah black water-nya. Saya olah dari septic tank komunal miliknya orang banyak. Kalau dilihat air yang ke luar berwarna hitam. Ada yang berbentuk cair, tapi ada juga yang berbentuk gumpalan. Sehingga harus melalui treatment,” ujar Lies.
Selama ini air pengelolaan IPAL Tirta Rona yang dihasilkan sudah bagus dan layak dibuang ke aliran sungai. Tetapi Kepala Prodi S-2 Teknik Sipil ITN Malang ini mencoba meningkatkan kualitas air tersebut dengan treatment tertentu. Ini merujuk pada peraturan pemerintah dimana air dikelompokkan menjadi empat kelas. Kelas satu air minum, kelas dua air untuk mandi, kelas tiga air kolam manusia dan terakhir kelas empat air irigasi atau air pertanian.
“Treatment saya sudah sampai kelas empat air pertanian. Bayangkan kalau air pertanian ditreatment lagi bisa sampai kelas air kolam. Air kolam treatment lagi menjadi air kelas dua dan seterusnya,” imbuh alumnus doktoral Teknik Sipil Sumber Daya Air, Universitas Brawijaya ini.
Baca juga: Optimalisasi Limbah Ampas Tebu Jadi Kertas, Bawa Tim Kampus Biru Lolos LKTI Nasional Undip
Dalam penelitiannya Lies menyesuaikan dengan kondisi IPAL Tirta Rona. Black water dialirkan melewati filter bertingkat dengan tiga kotak. Kotak pertama berisi kerikil, kotak kedua berisi arang batok kelapa dan kotak ketiga berisi pasir cor berdiameter 2 mm. Hal ini dilakukan untuk mengamati hasil yang akan dicapai.
Filter bertingkat diharapkan sudah dapat memenuhi hasil yang dicapai. Namun Lies melanjutkan dengan menggunakan wetland yang diambil dari dua buah tanaman akar wangi dan cattail. Dua tanaman ini sebagai pembanding guna menaikkan kualitas air buangan dengan parameter yang terpilih yang berpedoman pada air kelas empat atau standart air pertanian.
Untuk black water yang berbentuk gumpalan Lies menggunakan TTS (Total suspended solids). Black water disaring memakai filtrasi. TSS merupakan salah satu parameter kualitas air yang dapat diidentifikasi dengan penginderaan jauh.
“Membutuhkan 3 minggu 21 hari proses. Dari tampungan ada batas output nya, ke luar ke filtrasi. Filtrasi juga ada batasnya begitu ke luar ke filtrasi ke dua, ke ke tiga dan terakhir ke wetland. Wetland akar wangi selain akarnya menyerap kotoran juga tidak berbau,” pungkasnya. Penelitiannya inipun sudah dibukukan dalam tiga judul buku oleh penerbit Dream litera Malang. (Mita Erminasari/Humas ITN Malang)