Dr. Aladin Eko Purkuncoro, ST., MT, Dosen Teknik Mesin ITN Malang merasa puas setelah reaktor ciptaannya berhasil memunculkan berkas sinar plasma, dan membawanya menjadi doktor. (Foto: Istimewa)
itnmalangnews.id – Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang menambah jumlah doktor. Kali ini Dr. Aladin Eko Purkuncoro, ST., MT, Dosen Teknik Mesin, Bidang Teknik Mesin Material Manufaktur. Aladin menyelesaikan program S-3 di Fakultas Teknik Mesin UB dengan IPK 3,97 (Sangat Memuaskan).
Baca juga: www.itn.ac.id
Dalam penelitian disertasinya Aladin meneliti karbon batang batu baterai bekas. Aladin berkeyakinan, bahwa limbah karbon yang berada di batang batu baterai bekas bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bermanfaat. Dari karbon tersebut dapat digunakan sebagai lapisan tipis logam. Meskipun dari hasil penelitiannya kemurnian yang didapat hanya sampai 72 persen.
Baca juga: Webinar Mahasiswa Elektro Ungkap Keinginan PT WIKA Kerjasama dengan ITN Malang
“Seorang doktor dengan disertasinya harus berangkat dari pemikiran yang out of the box, untuk dapat menemukan sesuatu yang baru,” katanya, saat ditemui di ruang Humas ITN Malang beberapa waktu yang lalu. Aladin memang kerap menemukan sesuatu yang baru di luar dugaan. Seperti halnya dalam penelitiannya kali ini, siapa sangka dari hobinya mengoleksi batu baterai bekas akhirnya bisa membawanya menjadi doktor.
Limbang batang baterai bekas di uji SEM (Scanning Electron Microscope) terlebih dulu untuk mengetahui struktur komposisi penyusun materialnya. Dari situ ditemukan bahwa salah satu komposisi yang terdapat di batang baterai adalah karbon. “Karbon ini sangat bermanfaat untuk berbagai aplikasi. Seperti membuat tool, pahat, sensor dan lain-lain,” ujar pemilik sembilan paten ini.
Baca juga: “Sulap” Teknik Mesin Pukau SMK Pemuda Papar Kediri
Aladin meneliti dengan menggunakan plasma berbasis nano teknologi. Untuk mendukung penelitiannya, ia bergabung dengan komunitas di green plasma FMIPA UB, yang sekarang bernama ASMAT. “Saya orang mesin tapi larinya ke fisika, maka harus berkolaborasi dengan para ahli di Fakultas MIPA. Banyak yang harus saya pelajari, mulai gas argon, vakum, dan plasma,” tuturnya.
Dikatakan Aladin, menurut teori karbon bisa dimanfaatkan dengan kemurnian minimal 95 persen. Namun, sayangnya untuk meningkatkan kemurnian karbon baterai bekas ke angka 95 persen membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga perlakuan tersebut dianggap tidak ekonomis.
Penuh kesabaran dan ketelitian, saat Dr. Aladin Eko Purkuncoro, ST., MT, Dosen Teknik Mesin ITN Malang memasang batang demi batang batu baterai bekas di dalam reaktor ciptaannya. (Foto: Istimewa)
Karena alasan itu, maka untuk efisiensi Aladin mencoba menemukan hal baru dalam risetnya, dengan menggunakan karbon dengan tingkat kemurnian lebih rendah. Dari hasil uji SEM pada limbah baterai, kemurnian yang didapat mencapai 72 persen. Aladin menyebutnya karbon impurity (campuran). “Tujuan penelitian kan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kalau dengan tidak murni bisa diaplikasikan, kenapa harus murni,” ujarnya yang memulai riset sejak tahun 2017.
Proses penelitian Aladin tidak singkat. Butuh perjuangan dan waktu berbulan-bulan untuk membuktikan analisanya. Bahkan Aladin sampai harus tidur di laboratorium, dan lebih luar biasanya lagi ia sampai membuat reaktor sendiri. Try and error yang lakukan berkali-kali. Dengan reaktor yang dibuatnya, Aladin memikirkan cara agar karbon bisa menempel ke lapisan tipis kaca atau logam. “Uji coba ini berkali-kali gagal. Karena untuk proses reaksi kondisi tabung reaktor harus vakum. Dan saya menggunakan gas argon,” ujarnya.
Kepala Prodi Teknik Mesin Manufaktur D-3 ini benar-benar diuji dalam risetnya. Keilmuan Teknik Mesin yang ia geluti dibenturkan dengan konsep dan teori fisika kuantum. Di mana para fisikawan berbicara tentang konsep materi berukuran partikel seberat elektron, proton, dan neutron. Apalagi di risetnya, Aladin harus menyentuh di level nano partikel.
Setelah melewati banyak tahapan, reaktor plasma Aladin memunculkan berkas sinar ungu ke biru-biruan. Itu merupakan wujud dari plasma itu sendiri. Plasma muncul karena proses ionisasi dari gas argon dalam kondisi vakum. Dari penelitian tersebut membuktikan bahwa karbon yang dikalibrasi dari limbah batang batu baterai masih bisa dimanfaatkan.
Uji karbon dengan plasma nano teknologi muncul untuk pertama kalinya di lapisan tipis kaca preparat / objek glass. “Alhamdulillah senang rasanya ketika plasma itu muncul. Dan akhirnya juga bisa kita kembangkan ke logam. Karbon impurity bisa nempel bahkan lebih keras dari pada yang murni,” tandas dosen yang ramah ini. (me/Humas ITN Malang)