Dio Masafan Mufio Rois, mahasiswa Teknik Informatika S-1, ITN Malang, Angkatan 2022.
itnmalangnews.id – Pertumbuhan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menciptakan perdebatan yang intens tentang masa depan pekerjaan. Banyak orang khawatir bahwa AI akan menggantikan peran manusia dan menciptakan persaingan yang tak terhindarkan antara mesin dan pekerja. Namun, ada juga pandangan yang berpendapat bahwa AI sebenarnya dapat menjadi mitra kolaboratif bagi pekerja manusia. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi dinamika antara AI dan pekerja, serta mempertimbangkan apakah mereka bersaing atau justru dapat berkolaborasi.
Baca juga: www.itn.ac.id
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan AI telah menghasilkan kemajuan signifikan dalam berbagai sektor industri. Kemampuan AI untuk mengumpulkan dan menganalisis data dengan cepat, mengenali pola, dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang diberikan telah mengubah cara kerja di banyak bidang. Sebagai contoh, di sektor manufaktur, robot dan sistem otomasi yang didukung oleh AI telah menggantikan beberapa pekerjaan rutin yang sebelumnya dilakukan oleh manusia. Hal ini telah memunculkan kekhawatiran tentang hilangnya lapangan pekerjaan bagi pekerja manusia.
Disaat AI mampu menangani tugas-tugas rutin yang terstruktur, ternyata masih ada banyak area dimana kecerdasan manusia dan keterampilan emosional tetap tidak tergantikan. Misalnya, kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi yang tidak terduga, kreativitas, interaksi manusia yang kompleks, dan kemampuan berpikir strategis adalah aspek-aspek yang sulit diterjemahkan ke dalam algoritma AI. Oleh karena itu, ada argumen yang kuat bahwa AI sebenarnya dapat berperan sebagai mitra kolaboratif bagi pekerja manusia, dan mampu membantu meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja.
Salah satu contoh kolaborasi yang sukses antara AI dan pekerja adalah di bidang kesehatan. AI dapat membantu dokter dan tenaga medis dalam menganalisis data pasien, membuat diagnosis awal, dan memberikan rekomendasi pengobatan. Namun, pada akhirnya keputusan dan perencanaan perawatan tetap menjadi tanggung jawab dokter yang mampu menggabungkan pengetahuan medis dengan informasi yang diberikan oleh AI. Dalam hal ini, AI berperan sebagai alat bantu yang membantu pekerjaan manusia, bukan menggantikannya.
Penting untuk diingat bahwa implementasi AI bukanlah tujuan akhir, tetapi alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar. AI dapat membantu pekerja manusia dalam berbagai cara, seperti mengotomatisasi tugas-tugas rutin, mempercepat pengambilan keputusan berdasarkan data yang akurat, dan meningkatkan prediksi dan perencanaan. Dengan demikian, AI dapat membebaskan waktu dan sumber daya manusia untuk fokus pada tugas-tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia yang kompleks.
Untuk mencapai kolaborasi yang sukses antara AI dan pekerja, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah kekurangan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja dengan AI. Pekerja manusia perlu mengembangkan pemahaman tentang cara menggunakan dan berinteraksi dengan sistem AI yang semakin canggih. Dibutuhkan upaya dalam melatih pekerja agar memiliki keterampilan yang relevan dengan AI, seperti pemrograman, analisis data, dan pemahaman tentang etika AI.
Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan dampak sosial dan psikologis dari perubahan yang disebabkan oleh adopsi AI dalam lingkungan kerja. Perubahan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan di kalangan pekerja. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk menjalankan proses transisi yang tepat. Seperti menyediakan pelatihan yang memadai, mengkomunikasikan dengan jelas peran AI dalam pekerjaan, dan menciptakan budaya kerja yang mendukung kolaborasi antara AI dan pekerja manusia.
Baca juga: Metaverse Konsep Dunia yang Persisten, Tantangan dan Peluang
Selain itu, isu keadilan dan distribusi pendapatan juga perlu diperhatikan. Dalam beberapa kasus, penggantian pekerja manusia dengan AI dapat mengakibatkan pengurangan lapangan kerja, terutama di pekerjaan-pekerjaan yang memakai sistem otomatisasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memastikan bahwa manfaat dari adopsi AI disebarluaskan secara adil dan tidak meningkatkan kesenjangan ekonomi.
Kesimpulannya, AI dan pekerja manusia tidak harus dipandang sebagai pesaing, tetapi sebagai mitra kolaboratif. AI dapat meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja, sementara pekerja manusia memberikan kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir kreatif yang sulit ditemukan dalam sistem AI. Untuk mencapai kolaborasi yang sukses, diperlukan upaya dalam mengembangkan keterampilan yang relevan dengan AI, mengelola perubahan yang terkait dengan adopsi AI, dan memastikan keadilan dalam distribusi manfaatnya. Dengan pendekatan yang tepat AI dan pekerja manusia dapat saling melengkapi dan menciptakan masa depan kerja yang produktif dan inklusif. (Dio Masafan Mufio Rois/Mahasiswa ITN Malang)
Pewarta: Dio Masafan Mufio Rois, mahasiswa Teknik Informatika S-1, ITN Malang, Angkatan 2022